Timing Temanku
Bambang Irwanto
Wajahnya kucel dan bajunya kumal. Kulitnya
hitam dan rambutnya sedikit. Teman-teman biasa memanggilnya Timing. Tapi, tidak
ada yang tahu siapa nama aslinya. Timing tinggal bersama neneknya di sebuah
rumah sempit, karena orangtuanya pergi entah kemana.
Tentu saja teman-teman
tidak ada yang suka bermain bersama Timing. Apalagi Timing masih sering
ingusan. Selalu ada sapu tangan yang disematkan di bagian dada bajunya yang
kumal. Mungkin agar saputangan itu tidak jatuh.
Seperti biasa, setiap
sore, anak-anak selalu bermain di lapangan kampung. Anak laki-laki bermain bola
sepak dan anak perempuan bermain lompat tali. Semua tertawa gembira, kecuali
Timing. Ia hanya memperhatikan kami bermain dari balik pohon besar. Kasihan
sekali, dia.
“Kenapa Timing tidak
kita ajak main saja,” usulku. Waktu itu, aku baru seminggu pindah di sini,
Karena Papaku yang seorang dokter ditugaskan di kampung ini.
Isna langsung melotot
padaku. “Apa kamu mau ketularan kutu rambutnya?”
“Iya, belum ingusnya
yang menjijikkan itu,” tambah Heppy.
Teman-teman ramai
berkomentar. Semua menjelek-jelekkan Timing. Akhirnya, sejak itu aku tidak
berani usul lagi untuk
mengajak Timing bermain bersama.
Sore itu, aku tidak
bermain lompat tali. Dengan semangat, aku menuntun sepeda mini baruku menuju
lapangan. Sepeda itu hadiah ulang tahunku yang ke delapan dari papa dan mama.
Aku memang baru bisa
naik sepeda.
Akhirnya aku sampai di
lapangan. Teman-teman langsung berhenti bermain lompat tali dan mengerubungiku.
Mungkin karena baru aku yang mempunyai sepeda mini sebagus itu hehehe...
Dengan percaya diri,
aku mulai naik sepeda. Awalnya pelan-pelan saja. Tapi lama-lama, aku mengayuh
lebih kencang. Apalagi teman-teman bersorak sambil bertepuk tangan. Aku
bertambah semangat.
Bruk... tiba-tiba
sepedaku oleng karena ban depan menabrak sebuah batu. Aku hilang keseimbangan
dan terjatuh. Sepeda menimpa tubuhku
Hahahaha.....
teman-teman malah menertawakanku. Mereka asik saja menonton aku terjatuh.
Padahal lututku luka dan berdarah. Aduh, kenapa teman-teman tidak ada yang
segera menolongku sih, gumamku sedih.
Tiba-tiba Timing
datang membantu. Dengan cepat ia mengambil sepeda dan membantuku berdiri. Teman-teman
hanya melongo sambil berbisik-bisik. Timing lalu mengantarku pulang.
“Terima kasih, ya,”
ucapku sebelum masuk ke dalam rumah.
“Sama-sama,” jawab Timing.
“Eh, Rania kenapa?”
tanya mama panik.
“Jatuh dari sepeda,
Ma!” jawabku. “Timing yang mengantarkan aku.”
“Wah, kamu baik
sekali. Ayo masuk dulu! Tante buat donat,” ajak mama.
Timing malu-malu masuk
ke rumahku.
Mama segera mengobati
lukaku. Aku memperhatikan Timing yang sedang makan donat. Lucu sekali cara
makannya. Pertama, ia memakan satu persatu butiran meisis di atas donat.
Setelah habis, ia mengigit donat sedikit demi sedikit, lalu mengunyanhnya
berlahan-lahan.
“Kenapa cara makan
donatmu seperti itu, Timing?” tanyaku sambil tertawa geli.
“Saya baru makan kue
seenak ini,” kata Timing jujur.
Wah... aku
jadi merasa bersalah. Selama ini aku sering menyisakan makanan. Sekarang aku
tahu kenapa mama selalu memarahiku. Ternyata masih
banyak teman-teman seperti Timing yang membutuhkan makanan.
Sejak itu kami jadi
akrab. Hampir setiap hari, Timing bermain ke rumahku. Kami sering bermain
boneka dan masak-masakan. Ternyata Timing anak yang baik. Berarti selama ini
aku salah karena melihat Timing hanya dari penampilan luar saja.
Sehabis bermain, Mama
selalu menyuruh Timing mandi, gosok gigi dan cuci rambut. Lalu aku memberi
Timing baju-bajuku yang sudah tidak muat. Kini Timing terlihat bersih.
Hari itu Timing tidak
datang ke rumahku. Padahal kami sudah janji akan bermain bersama. Apalagi hari
ini Mama membuat donat kesukaan Timing. Aku
suka melihat Timing yang tersipu malu, setiap aku mengodanya saat makan
donat
Besoknya dan besoknya
lagi, Timing tidak pernah bermain di rumahku. Aku segera mencari Timing di rumahnya. Tapi
rumah Timing sudah kosong. Kata
teman-teman, Timing pergi naik mobil bagus. Aku sedih sekali.
Sejak itu, aku tidak pernah bertemu Timing lagi.
Setahun sudah berlalu.
Hari itu, aku baru pulang sekolah. Ada sebuah mobil bagus parkir di depan rumah. Tidak biasanya mama
menyambutku di depan pintu.
“Ada tamu spesial untukmu,
Rania,” kata mama berseri-seri.
“Siapa, Ma?” tanyaku
penasaran.
“Halo Rania!” sapa
seorang anak perempuan. Wajahnya bersih dan rambutnya halus. Baju dan sepatunya
juga bagus dan merek terkenal.
“Timing....!” jeritku.
Aku langsung memeluk Timing.
Kejutan untukku. Aku
tidak menyangka Timing akan datang lagi. Kami bercerita banyak. Setelah
neneknya meninggal, ia diadopsi sebuah keluarga.
“Sekarang namaku
diubah jadi Timianka Putria Ayu. Tapi khusus untukmu, boleh tetap memanggilku
Timing.”
Ah, Timing, walau kini
dia sudah berbeda, tapi Timing Tetap rendah hati. Aku harus mencontoh sifat
Timing itu.
0 Response to "Timing Temanku di kompas Anak"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.