Oleh Bambang Irwanto
Di rumahku tinggal empat orang, yaitu
Ayah, Ibu, Kak Tian dan aku. Menurutku sih, Ayahku adalah orang yang paling
enak. Kenapa…? Sabar, kalian dengarkan dulu ceritaku.
Bayangkan saja! Setiap pagi, sebelum Ayah
bangun tidur, Ibu sudah menyiapkan air panas untuk mandi Ayah. Lalu Ibu
buru-buru ke dapur menyiapkan sarapan. Sehabis mandi, Ayah langsung memakai
pakaian yang sudah disetrika licin oleh Ibu. Setelah itu, Ayah langsung menuju
meja makan untuk sarapan.
“Tian, beberapa minggu lagi kamu akan
ujian nasional. Kamu harus lebih giat belajar dan kurangi bermain!” kata Ayahku
pada kakakku yang sudah kelas VI
SD itu.
“Iya, Ayah!” jawab kak Tian patuh.
Ayahku juga seperti seorang Raja di rumah ini. Setiap perkataan Ayah, pasti
akan didengar dan dilaksanakan. Coba kalau aku yang ngomong seperti itu pada
Kak Tian. Wah, dia bisa marah besar padaku.
“Eh, anak kecil, enggak usah
banyak omong!” mungkin begitu kata Kak Tian sambil menjitak kepalaku.
Sehabis sarapan, Ayah segera
bersiap-siap pergi ke kantor. Ibu membawakan tas kerja Ayah, lalu mengantar
Ayah sampai ke depan pintu. Ibu mencium tangan Ayah. Setelah itu, Ayah masuk ke
dalam mobil sedannya yang sudah dicuci oleh Kak Tian. Memang, setiap dua hari
sekali, Ayah menyuruh Kak Tian mencuci mobilnya.
Enak sekali jadi Ayah itu,
gumamku dalam perjalanan ke sekolah. Setiap hari, Ayah ke kantor naik mobil.
Joknya empuk, tidak berdesak-desakan, bisa mendengarkan musik. Dingin lagi, karena ada acnya. Bandingkan
dengan aku yang harus naik bis. Harus berdesak-desakan, keringatan, kadang aku
harus berdiri karena tidak dapat tempat duduk.
Ehm, malangnya nasibku.
Sore harinya, saat Ayah pulang
kerja, Ibu langsung menyambut Ayah dengan gembira. Biasanya, Ayah duduk di sofa
ruang tamu sambil melepas kaus kaki dan sepatunya. Ibu lalu buru-buru
membawakan secangkir kopi susu yang asapnya masih mengepul-ngepul. Ayah pun
segera meminum kopi susu buatan Ibu yang terkenal enak itu.
Ayah juga bisa nonton tv sampai
larut malam. Sedangkan aku, Cuma boleh nonton sampai jam 5 sore. Kecuali bila
hari libur, boleh sampai jam 8 malam.
Dimuat di Majalah Bobo, November 2010
Aku baru saja bangun tidur
siang. Aku bergegas ke dapur, karena mencium bau harum. Ibu terlihat sedang
sibuk. Sepertinya Ibu membuat sesuatu.
“Lagi buat apa, Bu?” tanyaku.
Sekilas Ibu menoleh padaku.
“Buat dadar gulung buat, Ayah!”
Ehm, Ibu selalu begitu,
membuatkan kue untuk Ayah. Bukan hanya dadar gulung, tetapi juga lumpia, risol,
bolu kukus atau brownies.
“Bu, jadi Ayah itu enak ya?”
“Apa maksudmu?” tanya Ibu
bingung.
Aku segera menceitakan semuanyya
pada Ibu, tentang enaknya jadi Ayah. Ibu malah tertawa terbahak-bahak, setelah
mendengar ceritaku.
“Andi, ada-ada saja! Andi pasti
belum mengerti, betapa beratnya tugas seorang Ayah.”
Ayah itu tulang punggung
keluarga. Ayah bekerja keras untuk mencukupi kehidupan kita sehari-hari.
Makanya Ibu sangat menjaga kesehatan Ayah. Kalau Ayah sakit, siapa yang akan
bekerja.
“Andi tahu enggak, siapa orang
yang paling enak dirumah ini?”
“Siapa, Bu?” tanyaku penasaran.
“Andi!” jawab Ibu.
“Andi? Masa sih, Bu?”
“Tugas Andi hanya belajar dan bermain. Andi enggak
usah memikirkan uang belanja Ibu, uang listrik, uang air, atau uang sekolah
Andi. Kalau Andi ingin jajan, tinggal minta pada Ibu.”
Hehehe… Benar juga kata itu. Aku jadi tersipu malu.
“Andi….! Main, yuk!” tiba-tiba terdengar suara Irvan,
temanku dari luar rumah.
“Andi boleh main, Bu?”
Ibu tersenyum. “Pergilah! Pulangnya jangan sore-sore, ya!” pesan
Ibu.
Aku pamit pada Ibu, lalu berlari
untuk menemui Iwan di halaman rumah.
”Andi....!” panggil Ibu.
Aku menoleh. ”Ada apa, Bu?”
”Benar kan kata Ibu. Andi adalah orang yang paling enak di
rumah ini. Disaat Ayah masih bekerja, Ibu membuat kue, Kak Tian pergi Bimbingan
belajar, Andi sudah bisa bermain. Pulang bermain, Andi langsung mandi, lalu makan kue buatan Ibu deh,
hahaha...” kata Ibu sambil tertawa.
Aku ikut tertawa. Benar kata
Ibu. Akulah orang yang paling enak di rumah ini. Hehehe....
0 Response to "Siapa yang Paling Enak?"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.