Bambang Irwanto
Kobi kurcaci berjalan menuju rumahnya. Tas
belanja di tangannya bergoyang-goyang. Kobi baru saja dari toko buku. Di jalan
Kobi bertemu Gobi kurcaci, tetangganya.
“Hei, Gobi .
Kamu dari mana?” sapa Kobi.
“Aku dari panti asuhan di ujung kota . Aku tadi menyumbang
sedikit uangku,” kata Gobi bangga.
“Wah…hebat,” puji Kobi.
“Kamu darimana, Kobi?” Gobi
balik bertanya.
“Aku dari toko buku, membeli buku-buku,”
jawab Kobi sambil menunjukkan kantong belanja pada Gobi .
Hahaha…. Gobi
tertawa terbahak. Tentu saja Kobi heran. Apa yang lucu? Bukankah di toko buku
memang tempat menjual buku-buku?
“Kenapa sih, kamu selalu membeli buku,
Kobi? Kamu menghambur-hamburkan uang saja. Lebih baik uang itu kamu sumbangkan
saja, Seperti aku,” kata Gobi lalu pergi.
Kobi tercenung. Apa betul bila hanya
membeli buku, ia tidak bisa membantu orang lain? Pikir Kobi. Kobi lalu
melanjutkan perjalanan pulang. Ia sedih mendengar ucapan Gobi
tadi.
Di belokan jalan Kobi melihat Pak Ubit
sedang duduk bersedih.
“Kenapa sedih pak Ubit?” tanya Kobi.
“Tanaman jamur saya diserang hama , Kobi. Hasil panen
saya selalu sedikit. Saya bingung bagaimana caranya,” jawab Pak Ubit.
“Mungkin Pak Ubit haus menyemprotkan tanaman
jamur dengan cairan pektisida, agar hama
mati,” Kobi menjelaskan pada pak Ubit.
“Teima kasih Kobi, saya akan melakukan
saranmu itu.” Kata Pak Ubit senang.
Saat melintas di depan rumah nenek Uma,
Kobi melihat sebuah pohon besar.
“Nek Uma, pohon ini sudah lapuk dan mati. Sebaiknya
ditebang saja, agar tidak tumbang dan menimpa rumah Nenek Uma,” kata Kobi.
“Bagaimana kamu tahu, Kobi?” tanya nenek
Uma penasaran.
“Kulit pohonnya sudah mengelupas, Nek. Batang pohonnya sudah kering. Lihat, tidak ada lagi daun yang tumbuh di ranting-ranting pohon,” Kobi menjelaskan pada nenek Uma.
“Iya, kobi terima kasih,” ucap nenek Uma
“Kulit pohonnya sudah mengelupas, Nek. Batang pohonnya sudah kering. Lihat, tidak ada lagi daun yang tumbuh di ranting-ranting pohon,” Kobi menjelaskan pada nenek Uma.
“Iya, kobi terima kasih,” ucap nenek Uma
Saat melintasi rumah Pak Amik, Kobi
melihat Pak Amik panik. Ternyata Willy, anak Pak Amik digigit ular.
“Cepat, Pak Amik. Kaki Willy diikat kain,
agar racun ular tidak menjalar ke seluruh tubuh Willy, lalu isap racunnya,”
kata Kobi.
Pak Amik segera melakukan apa yang
dikatakan Kobi. Akhirnya Willy bisa diselamatkan dari racun gigitan ular.
“Terima kasih, Kobi,” ucap Pak Amik.
“Sama-sama, Pak Amik,” jawab Kobi.
“Sama-sama, Pak Amik,” jawab Kobi.
Akhirnya kobi sampai dirumah. Ia memandang
rak buku di ruang tengah rumahnya. Buku-bukunya memang sudah banyak. Jumlahnya
hampir seratus.
Ehm, sepertinya aku harus berhenti membeli
buku, gumam Kobi. Sebuah rencana terbersit di kepala Kobi.
Dimuat di Kumpulan Dongeng Pustaka Ola 2013
Besoknya, Kobi bangun pag-pagi. Setelah
mandi dan sarapan, Kobi sibuk menurunkan buku-buku dari rak, lalu ia memasukkan
buku-buku miliknya kedalam kardus besar. Kobi berencana akan menjual buku-buku
itu dan menyumbangkan uangnya pada kurcaci yang membutuhkan.
Kobi segera menuju ke pasar. Ia menggelar
tikar plastik ,lalu menata buku-bukunya. Kobi berharap, ada yang mau membeli
buku-bukunya.
Tidak berapa lama, seorang kurcaci
mendatangi Kobi.
“Kamu mau menjual buku-buku ini?” tanya
Kurcaci itu sambil memlih-milih buku-buku Kobi.
“Iya, satu buku harganya lima keping perak,”
“Wah, mahal sekali, bagaimana kalau dua
keping perak. Saya akan membeli semua buku ini.
Kobi menggeleng, “Buku ini sudah murah,
karena saya membelinya 10 keping perak.”
Kurcaci itu meninggalkan Kobi. Kobi
sedikit kecewa. Ia berharap ada Kurcaci lain yang menghampirinya,
Menjelang sore, tidak satupun kurcaci yang
mendatangi Kobi. Kobi membereskan buku-bukunya. Besok saya akan pergi ke pasar
lain, gumam Kobi sambil bergegas pulang.
Sampai di rumah, kobi sangat terkejut. Ia
melihat Pak Ubit, Nenek Uma dan Pak Amik mendatangi rumahnya.
“Apa yang telah terjadi?” tanya Kobi
panik. Tidak biasanya mereka beramai-ramai mendatangi rumahnya.
“Tidak ada apa-apa, Kobi. Kami datang hanya
ingin mengucapkan terima kasih,” kata Pak Amik.
“Terima kasih Kobi, karena pektisida, hama jamur jadi hilang,”
kata Pak Ubit.
“Terima kasih, Kobi. Untung kamu memberitahu,
jadi rumahku tidak tertimpa pohon,” kata nenek Uma.
“Karena jasamu, anak saya selamat. Kamu pintar
selalu. Kamu berguru dimana, Kobi?” tanya Pak Amik.
Kobi tidak pernah berguru pada siapa pun.
Ia hanya membaca buku. Dari buku ia tahu semua pengetahuan.
“Aku hanya membaca dari buku-buku,” jawab
Kobi sambil menunjuk Rak bukunya yang nampak dari luar.
Pak Ubit, Nenek Uma dan Pak Amik kagum melihat buku-buku Kobi yang sangat
banyak itu.
“Bolehkah saya meminjam buku-bukumu,
Kobi?” tanya nenek Uma.
“Tentu saja boleh, Nenek Uma,”jawab Kobi.
Nenek Uma senang,lalu memilih buku yang akan dipinjamnya.
“Saya juga mau meminjam bukumu, Kobi,”
kata Pak Ubit dan Pak Amik bersamaan.
Tiba-tiba Kobi mendapat ide. Kenapa aku tidak
membuka perpustakaan saja,ya? pikir Kobi senang. Ah… ternyata membeli buku bisa membantu orang
lain.
Setelah Pak Ubit, nenek Uma dan Pak Amik pulang,
Kobi mengambil buku-buku dari dalam kardus, lalu mengaturnya di rak buku dengan
rapi. Kobi tidak sabar menanti teman-teman lain meminjam bukunya. Ternyata
dengan buku, Kobi juga bisa berbagi. Ya, buku adalah harta Kobi yang paling
berharga.
0 Response to "Buku-buku Kobi"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.