Peri Diani
mengucek-ngucek matanya. Sudah berkali-kali ia memasukkan jaring laba-laba ke
lubang jarum alat pemintal, tetapi ia tidak berhasil juga.
Sudah dua
minggu, Peri Diani merasa penglihatannya tidak jelas. Tapi Peri Diani tidak
menghiraukan. Dia terus saja memintal jaring laba-laba menjadi benang emas. Namun
lama-lama, penglihatannya semakin buram. Tentu saja ia tidak bisa menjahit gaun
dengan bagus. Bahkan kemarin Ratu Bidadari memarahinya.
“Ehm,
sepertinya aku harus mencari buah Alova untuk mataku,” gumam Peri Diani.
Peri Diani
meletakkan gaun yang sedang dijahitnya. Kemudian ia terbang ke tepi sungai.
Biasanya bunga Alova tumbuh di sekitar sungai
Bruk.. Peri
Diani menabrak sebatang pohon. Tubuh mungilnya oleng, lalu berputar dan jatuh ke
tanah.
“Aduh,” Peri
Diani mengelus kepalanya yang benjol.
“Hei Diani,
kamu kenapa?” Peri Melia mendekati Peri Diani yang masih mengaduh kesakitan.
“Entahlah,
Melia. Akhir-akhir ini bila sedang terbang, aku selalu menabrak sesuatu.”
“Apa
pandanganmu kabur?”
“Iya,”
“Kalau
begitu, coba kamu periksakan matamu di toko Peri Martalia,” saran Peri Melia. “Sudah ya, saya harus segera mencari
jaring laba-laba untuk membuat baju pesanan.”
Peri Diani
tercenung. Benar juga, ya. mungkin ia perlu kacamata. Peri Diani lalu terbang
menuju rumah Peri marthalia. Peri Martalia menyambuut hangat kedatangan Peri
Dian. Peri Dian segera menceritakan masalahnya.
"Masuklah,
Diani. Saya akan segera memeriksa matamu!" ajak Peri Marthalia.
Peri Diani
menggangguk, lalu duduk di sebuah kursi. Peri Marthalia segera memeriksa. Setelah itu Peri Marthalia meminta Peri Diani
menyebutkan angka atau huruf yang ia tulis. Mula-mula Peri Martha menulis
huruf dan angkanya besar-besar, namun lama-lama Peri Mathilma menulis hurufnya
semakin kecil. Peri Diani tidak bisa melihatnya lagi.
“Wah..
benar, kamu harus segera memakai kacamata, Diani. Saya akan memilihkan kacamata
yang cocok untukmu,” kata Peri Marthalia sambil masuk ke sebuah ruangan. Tidak lama Peri
Marthalia sudah kembali membawa sebuah kacamata.
“Kacamata
ini cocok untukmu, cobalah!”
Peri Diani
menerima kacamata berbingkai perak itu dengan ragu-ragu. Ia lalu memasang
di wajahnya. Benar, kini ia bisa melihat jelas. Pandangannya tidak kabur lagi.
“Oh..
tidak,” Peri Diani terpekik saat melihat wajahnya di cermin.
“Kenapa,
Diani?” Peri Marthalia ikut terkejut.
“Ehm,
tidak...” Peri Diani batal mengutarakan ucapannya. Setelah mengucapkan terima
kasih, Peri Diani pulang ke rumahnya di sebuah rumah pohon
Peri Diani
sengaja terbang di rimbunan bunga-bunga. Bila ia melihat peri lain, Peri Diani
buru-buru bersembunyi.
“Tidak boleh ada yang tau dengan penampilan baruku ini,” gumamnya.
“Tidak boleh ada yang tau dengan penampilan baruku ini,” gumamnya.
Sejak
memakai kacamata, Peri Diani lebih suka berdiam diri di dalam rumah. Ia
khawatir teman-teman lain akan menertawakan penampilannya. Kacamata itu memang
membantu penglihatan Peri Diani. Peri Diani kini bisa memintal kembali jaring
laba-laba menjadi benang, lalu merajutnya menjadi gaun yang indah Tapi menurutnya
kacamata itu membuatnya tidak cantik lagi.
“Diani..
Diani...” pagi itu ada suara yang memanggil Per Diani di depan rumahnya.
Peri Diani
buru-buru membuka kacamatanya. Ia segera membuka pintu.
“Siapa, ya?”
Peri Diani memicingkan matanya. Ia berusaha mengenali siapa yang datang ke
rumahnya. Tetapi pandangannya buram. Ia hanya melihat tiga sosok sedang berdiri
di hadapannya.
“Ya, ampun,
Diani! Ini kami,”
Peri Diani
mengenali itu suara Peri Melia. “Oh, Melia. Kamu datang bersama siapa?”
Peri Melia
saling bertukar pandang dengan Peri Olia dan Peri Delia.
“Saya datang
bersama Peri Olivia dan Peri Delia. Kamu kenapa Diani?”
“Oh.. tidak
apa-apa. Maaf, ayo masuk!”
Peri Melia,
Peri Olivia dan Peri Delia mengikuti Peri Diani masuk ke rumah. Bruk, Peri
Diani menabrak kursinya. Ia jatuh
tersungkur. Peri Melia, Peri Delia dan Peri Olivia segera membantunya.
“Maaf ya,
semalam aku tidur agak larut. Jadi masih mengantuk.”
“Oh,
sebaiknya kamu banyak beristirahat saja!” kata Peri Delia
“Baik,
kalian duduk dulu. Saya akan buatkan sirup madu.”
Peri Diani
bergegas ke dapur. Bruk lagi-lagi peri Diani menabrak kaki meja.
“Sudah Diani.
Sebaiknya kamu istirirahat saja. Biar saya yag membuat sirup madu,” kata peri Melia.
“Hei
kacamata siapa ini?” tanya Peri Delia yang melihat kacamata Peri Diani di atas
meja.
Peri Diani
bingung menjawab pertanyaan Peri Delia.
Sambil
menangis peri Diani bercerita pada peri Melia, Peri Delia dan Peri Olivia.
“Ya ampun
Diani, buat apa kamu menyiksa dirimu," ucap Pei Olivia
“Aku takut
tidak cantik lagi dan kalian menertawakanku."
“Justru kami
ke sini karena khawatir keadaanmu. Kami rindu canda tawamu dan riang dirimu.
Kacamata itu membuatmu bisa melihat jelas dan membuat kami ceria," tambah Peri Melia.
“Iya,
pakailah kacamatamu itu!” suruh Peri Delia
Peri Diani
mengangguk sambil memakai kacamatanya. Kini ia bisa melihat wajah teman-temannya.
Tidak lama
kemudian, terdengar gelak tawa peri Melia, peri Olivia, Peri Delia saat Peri
Diani menceritakan cerita lucu.
Bambang Irwanto
0 Response to "Kacamata Ceria"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.