Hari ini sepulang sekolah, aku langsung
mengurung diri di kamar. Aku lempar tas sekolahku, lalu aku hempaskan tubuhku
di atas tempat tidur. Aku kesal sekali pada Reni, sahabat sekaligus teman sebangkuku di
sekolah. Padahal maksud aku
baik. Eh, Reni malah marah padaku.
Tadi pagi, Reni terlambat datang
ke sekolah. Saat Reni memasuki kelas, semua teman-teman sekelasku langsung memerhatikan
Reni sambil berbisik-bisik. Tapi bukan soal keterlambatan Reni yang mereka
bicarakan. Tapi soal penampilan baru Reni.
Ya, hari ini Reni datang ke sekolah dengan penampilan barunya. Rambutnya yang keriting dan selalu diikat, kini terlihat lurus. Pastinya
rambut Reni direebonding.
Sepanjang hari, teman-teman
sekelasku, terus saja membicarakan rambut baru Reni itu. Ada yang suka, tapi
lebih banyak yang tidak suka. Jujur sih, aku juga tidak suka dengan rambut baru
Reni itu. Aku lebih suka dengan rambut Reni yang keriting.
Saat jam istirahat, aku
menghampiri Reni yang sedang duduk di bangku taman sekolah.
”Ren, rambut kamu dilurusin, ya?”
tanyaku.
Reni tersenyum. ”Iya, Tik! Bagus enggak?”
”Menurut aku sih, kamu enggak
cocok dengan rambut seperti itu. Kamu terlihat jelek sekali. Aku lebih suka
rambutmu yang keriting dulu. teman-teman juga banyak yang enggak suka dengan
rambut barumu itu. Lagipula, buat apa meluruskan rambut. Menghabiskan uang
saja,” jawabku.
Tiba-tiba Reni berdiri. Dia
memandangku dengan tajam. Lalu matanya terlihat berkaca-kaca. “ngomongmu kasar sekali, Tika!” setelah berkata begitu, Reni lalu berlari
meninggalkanku.
Aku jadi tidak mengarti. Kenapa
Reni mengatakan ucapanku kasar? Aku justru baik, karena mengatakan ini padanya. Daripada ia diejek oleh
teman-teman lainnya. Ah, Reni, aku kan sahabatmu, gumamku.
Benar saja, Reni memang marah
padaku. Sepanjang sisa pelajaran, wajah Reni cemberut saja.
Reni juga tidak menegurku, apalagi berbicara padaku. Bahkan ia sengaja pulang duluan. Padahal tiap hari
kami selalu pulang bersama.
Tiba-tiba Mama masuk kedalam kamarku. Mama
langsung duduk ditepi tempat tidur.
”Tika, kenapa kamu belum makan, sayang? Apa kamu nggak
lapar?” tanya Mama.
”Nanti saja, Ma!” jawabku malas.
”Ada apa sih, wajahmu cemberut begitu? Tadi di sekolah ada masalah ya?” tebak Mama.
“Tika kesal pada Reni, Ma! Masa Reni marah pada Tika. Padahal maksud Tika
baik.”
”Pasti ada sebabnya dong, Reni
marah pada Tika. Ayo, cerita pada Mama!”
Akhirnya aku menceritakan kejadian
di sekolah tadi pada Mama. Mama malah tersenyum setelah mendengar ceritaku itu.
”Tentu saja Reni marah mendengar
ucapan Tika itu. Memang maksud Tika baik, tapi cara Tika mengatakan pada Reni
yang kurang halus.’
”Maksud Mama apa sih, cara Tika mengatakannya
yang kurang halus?”
Mama lalu meletakkan tangannya didadaku. ”Tika,
kita mempunyai hati. Hati kita merasa. Nah, tiap orang perasaannya
berbeda-beda. Ada yang mudah tersinggung, ada juga yang tidak. Jadi, kita harus
pandai memilih kata-kata yang tepat dan mengungkapkannya dengan indah!”
”Lalu, apa yang seharusnya Tika
katakan pada Reni, Ma?”
”Mungkin, misalnya begini! Reni,
rambut baru kamu bagus. Kamu juga terlihat cantik. Tapi belum saatnya kita meluruskan
rambut, karena kita masih anak-anak. Lagipula rambut keritingmu itu sangat unik
dan menarik.”
Aku mengangguk-angguk tanda
mengerti. ”Tapi, Reni sudah terlanjur marah pada Tika, Ma!’ kataku sedih.
Dimuat di Majalah Bobo edisi 42, Januari 2010
Mama mengusap kepalaku.
”Sekarang kamu makan dulu! Setelah itu kamu ke rumah Reni minta maaf. Reni
pasti mau memaafkanmu.”
Aku menuruti saran Mama.
Sehabis makan siang, aku bergegas ke rumah Reni.
Hanya lima belas menit saja, aku sudah tiba di rumah Reni.
Ting...tong... aku pencet bel
rumah Reni. Tidak beberapa lama pintu rumah terbuka dan Reni sudah berdiri
diambang pintu.
”Mau apa kamu ke sini?” tanya Reni kasar.
Aku tersenyum. ”Reni, aku mau
minta maaf! Di sekolah tadi,
aku memang yang salah. Kata-kataku memang kasar dan membuatmu marah. Padahal
bukan begitu maksudku.”
”Ah, kamu memang sengaja mau
mengejekku.”
”Percayalah, Reni! Aku sahabatmu.
Aku tidak suka melihat teman-teman berbisik-bisik membicarakan rambut barumu
itu. Aku hanya ingin memberitahumu. Tapi aku mengatakannya dengan salah.”
”Lalu sekarang kamu mau mengatakan
apa?”
Aku mengulangi kata-kata Mama.
”Reni, sebenarnya rambut barumu itu bagus. Kamu juga terlihat cantik. Tapi belum saatnya kita meluruskan rambut, karena
kita masih anak-anak. Lagipula rambut keritingmu itu sangat unik dan menarik.”
Reni menundukkan kepalanya. ”Iya
sih, kata Mamaku juga begitu. Tapi aku yang memaksa untuk meluruskan rambut.
Dan sebenarnya, aku tidak percaya diri dengan rambut baruku ini. Terima kasih
ya Tika, atas nasehatmu itu.”
”Jadi kamu sudah memaafkan aku, Ren?”
”Tentu saja, kita kan bersahabat,”
jawab Reni sambil memelukku. Erat sekali.
Benar kata Mama, katakanlah
sesuatu itu dengan indah, agar orang yang mendengarnya merasa bahagia.
BAMBANG IRWANTO
0 Response to "Katakan Dengan Indah"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.