Menulis
surat pengantar saat mengirim naskah itu sangat perlu, bahkan harus dan wajib.
Baik saat mengirim naskah untuk media, ataupun untuk penerbit. Ibaratnya, surat
pengantar itu semacam salam saat kita bertamu ke rumah orang. Selamat pagi,
selamat siang, Kulonuwon, Spada, Sampurasun, Punten, dan sapaan lainnya.
Mengirim
naskah tanpa surat pengantar, ibarat masuk ke rumah orang tanpa permisi kan.
Istilah kerennya sradak sruduk atau slonong boy, slonong girls hehehe. Bahasa
lainnya ibarat sayur tanpa garam (Nah yang ini nyambung ga? Hehehe...)
Jadi
logikanya begini. Kalau kita main masuk ke rumah orang tanpa permisi, apa
pemilik rumah senang? Tapi kalau kita bertamu dengan sopan, maka pemilik rumah
juga akan senang menerima kehadiran kita.
Begitu juga
dengan editor atau tim redaksi. Mereka memang tidak minta dihormati. Tapi akan
lebih manis, kalau ada tata kramanya. Makanya salah satu yang haru dimiliki penulis
itu harus sopan santun.
Jadi jangan
heran ya, kalau banyak teman penulis enggan membalas pesanmu.Mungkin karena
sopan santun itu. Saya sering kok dapat pesan. Lah.. tiba-tiba nongol, nanya
ini itu, setelah dijawab, lalu menghilang. Meninggalkan saya bengong tampan di
depan laptop hahaha....
Nah,
sekarang sudah pada tahu kan, pentingnya surat pengantar. Namun ternyata, masih
banyak teman yang kurang pas menulis kata pengantar, yang ada juga yang kurang membuat editor atau
redaktur langsung iffiel terhadap penulisnya. Ehm.. apa saja ya?
Nih, saya
kasih tahu ya, bukan kasih tempe hehe.
Ternyata, banyak
yang lupa menuliskan salam pada pembukaannya kata pengantarnya. Padahal salam
itu paling utama. Ya , ibarat permisi itu.
Selanjutnya,
banyak yang menuliskan kalimat seperti ini ‘saya harap naskah saya diseleksi
dan bisa dimuat’. Sebenarnya tidak perlu menulis seperti itu. Pada
dasarnya, semua naskah yang masuk akan diseleksi, dan kalau cocok, pasti
dimuat.
Nah, ini
yang paling parah, masih banyak yang menulis kalimat seperti ini di kata
pengantarnya, ‘Kalau sampai 2 bulan tidak ada
kabar, maka saya akan mengirim ke media lain’.
Wih.. emang
siapa elu? Memangnya hanya naskah kamu saja yang diseleksi. Jangan memberi
penekanan untuk editor atau Redaktur. Naskah yang mereka seleksi sangat banyak.
Dengan menulis kalimat seperti itu, kamu penulis yang tidak sabar.
Terakhir,
ini juga sering dilupakan. Jangan lupa menulis terima kasih di akhir kata
pengantar. Biar bagaimana pun, kita menghargai waktu editor atau redaktur yang
sudah berkenan meluangkan waktu untuk membaca naskah kita.
O iya, Menulis
kata pengantar itu, tidak perlu panjang-panjang x lebar-lebar. Yang penting
isinya sudah mengisyaratkan, kalau kita bermaksud mengirim naskah.
Nah, biar
kata pengantar tidak seperti naskah cerpen apalagi naskah novel, maka tidak perlu
mencantumkan biodata lengkap di kata pengantar. Biodata cukup ditulis di lembar
akhir naskah kita.
Yang juga tidak
perlu ditulis di surat pengantar adalah Sinopsis cerita. Kalau hanya mengirim
cerpen, tidak perlu menulis sinopsis. Kalau novel, maka sinopsis ditulis file sendiri.
Terakhir, Data
karya yang sudah dimuat atau terbit. Ini juga tidak perlu ditulis di surat
pengantar. Tulis di file sendiri juga. Bahkan saat mengirim naskah ke media,
ini juga tidak perlu.
Nah,
demikianlah ini itu soal kata pengantar. Ini saya tulis sesuai pengalaman
pribadi saya. Jadi bila ada perbedaan dengan yang lain, anggap saja
keanekaragaman hehehe.
Salam semangat menulis, teman-teman...
Bambang Irwanto
0 Response to "Dosa-dosa Saat Menulis Kata Pengantar"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.