Hari jumat
kemarin, tanggal 27 Oktober 2015, saya kul-twit tentang ide cerita anak. Salah
satu kul-twit saya adalah ide itu bisa darimana saja. Misalnya saat kuda milik
tetangga mati, maka saya penulis cerita tentang Pangeran Rosla dan kudanya.
Padahal setelah saya cek, ternyata Rosla itu nama kudanya Pangeran Pelik
hehehhe.
Eh, ternyata
banyak tidak percaya, kalau tetangga saya punya kuda. Jadi ceritanya, kuda itu
memang kuda muda. Sehari-hari dipakai untuk menarik delman. Lalu saat musim
panen padi, dipakai untuk mengangkut padi.
Nah, mungkin
karena dipaksa bekerja, padahal kuda muda, maka kuda itu mati. Karena saat itu,
tetangga saya menerima orderan cukup banyak untuk mengangkut padi. Mungkin
dipikirnya selagi ada peluang. Karena hari-hari biasa, penumpang delman memang
sepi. Orang-orang lebih suka naik becak motor atau ojek.
Saya sempat
melihat. Sedih sekali, kuda itu tergeletak tak bernyawa. Ini membuktikan,
janganlah melakukan sesuatu di luar kapasitas, karena hasilnya kurang bagus.
Biar
teman-teman tidak penasaran, saya sajikan ceritanya. Dongeng ini dimuat di
majalah Bobo edisi 45, 12 Februari 2015. Selamat membaca, teman-teman. Salam
semangat menulis.
Foto : Majalah Bobo
Pangeran Pelik Tak sedih Lagi
Bambang Irwanto
Pangeran
Pelik sedang bersedih. Rosla, kuda kesayangannya sudah beberapa hari sakit.
Rosla tampak lemah dan tak mau makan. Padahal sudah banyak tabib hewan yang
datang untuk mengobati Rosla. Tapi Rosla tidak sembuh juga.
“Tidak usah
terlalu sedih, kamu bisa menunggangi kuda yang lain,” kata Pangeran Mayan,
Kakak Pangeran Pelik.
Pangeran
Pelik menggeleng. Ia lebih nyaman menunggangi Rosla. Dia dan Rosla tumbuh
bersama. Dulu, Rosla itu kuda kecil hadiah ulang tahun Pangeran Pelik yang ke
10. Sekarang usia Pangeran Pelik sudah 17 tahun. Berarti sudah 7 tahun mereka bersama.
“Cepatlah
sembuh, Rosla! Agar kita bisa bersama menyusuri daerah indah di kerajaan ini,”
ucap Pangeran Pelik sambil mengelus punggung Rosla.
Rosla hanya
menatap sayu pada Pangeran Pelik. Padahal biasanya Rosla langsung mengikik
bahkan mengangkat kedua kaki depannya.
Namun
semakin hari, Rosla bertambah lemah. Pangeran Pelik bertambah sedih. Ia takut
Rosla mati.
Akhirnya apa
yang ditakutkan Pangeran Pelik terjadi. Rosla akhirnya mati. Pangeran Pelik
sedih sekali. berhari-hari ia mengurung diri di kamar. Sejak itu, Pangeran
Pelik tidak mau menunggangi kuda lagi.
Pagi
itu permaisuri Ratri masuk ke kamar
Pangeran Pelik. Tampak Pangeran Pelik sedang termenung di depan jendela
kamarnya. Ia menatap kandang Rosla yang sudah kosong. Pangeran Pelik melarang
membongkar istal Rosla.
“Pelik,
sampai kapan kamu akan begini?” tanya permaisuri Ratri sambil memegang bahu
putera bungsunya itu.
“Aku masih
sedih kehilangan Rosla, Bu!” jawab Pangeran pelik.
Permaisuri
mengelus kepala Pangeran Pelik. “Rosla sudah mati, tidak mungkin hidup lagi.
Masa kamu bersedih terus. Pergilah berjalan-jalan untuk menghibur dirimu. Ibu
sedih bila kamu begini terus.”
“Aku ingin
di kamar saja, Bu!”
“Pelik, kamu
tidak ingin melihat Ibu ikut sedih, kan? Lakukanlah demi Ibu.”
Pangeran
Pelik terdiam sejenak. Ia sangat sayang pada Ibunya. Ia tidak mau melihat
Ibunya sedih juga.
“Baik, Bu!
Besok aku akan pergi berjalan-jalan.”
Besoknya
Pangeran Pelik pergi berjalan-jalan ke tepi sungai. Pangeran Pelik berjalan
kaki saja. Ia belum menemukan pengganti Rosla yang cocok untuknya.
Akhirnya,
Pangeran Pelik sampai di tepi sungai. Airnya sangat jernih. Ikan-ikan yang
berenang sampai terlihat.
Pangeran
Pelik membuka sepatunya, lalu mengulung celananya sebatas lutut. Ia lalu duduk
di atas batu sambil mencelupkan kedua kakinya di sungai. Airnya dingin, gumam Pangeran
pelik. Lama pangeran Pelik termenung di sana.
Ah,
seandainya Rosla masih ada, ia pasti akan minum air sungai ini,” gumam Pangeran
Pelik.
“Tolong-tolong...”
tiba-tiba terdengar suara minta tolong.
Buru-buru
Pangeran Pelik memakai sepatunya lalu berlari ke arah suara itu. Ia melihat seorang
gadis terjerat jaring pemburu. Pangeran Pelik segera menolong gadis itu.
“Terima kasih,” ucap gadis berambut pirang itu
“Sama-sama.
Kamu siapa? Kenapa bisa terjebak jaring?”
“Namaku
Safira. Aku Putri Kerajaan Marlinta. Aku ke hutan untuk mencari bunga-bunga
liar” cerita Puteri Safira.
Pangeran
Pelik mengangguk. Ia tahu kerajaan yang dimakasud Putri Safira. Letaknya tidak
jau dari hutan ini.
“Kenapa kamu
tidak berkuda saja?” tanya Pangeran Pelik lagi.
“Oh, kuda
kesayanganku baru saja mati,” jawab Safira.
Pangeran
Pelik terkejut. “Wah, kita mempunyai cerita yang sama. Aku juga baru kehilangan
kudaku. “Kamu pasti sedih seperti aku?” tebak Pangeran Pelik.
Safira
menggeleng. “Aku sekarang tidak sedih.”
Kening
Pangeran Pelik berkerut. “Kenapa?”
“Aku cuma
sehari menangis. Setelah itu tidak. Karena memang sudah saatnya kudaku mati.
Pangeran
Pelik terbelalak. “Bagaimana bisa?”
“Kamu mau
aku kasih tahu caranya?”
Pangeran
Pelik langsung mengangguk.
“Baiklah,
tapi kamu harus membantuku memetik bunga-bunga liar dulu.”
Pangeran
Pelik mengangguk setuju. Dengan cekatan ia membantu Putri Safira memetik
bungaa-bunga liar yang tumbuh di sekitar mereka. Sebentar saja, keranjang rotan
Putri Safira sudah penuh.
“Sudah
cukup. Yuk, kita pergi!” ajak Putri Safira.
“Kemana?
Kita akan pergi ke kerajaanmu?”
“Ikut saja.
Kamu pasti suka,” jawab Puteri Safira berahasia.
Ternyata Putri
Safira mengajak Pangeran Pelik menuju sebuah desa di tepi hutan. Di sepanjang
jalan mereka bertemu orang dan menyapa ramah pada Safira.
“Kamu mengenal
semua orang itu?”
“Ya, mereka
temanku,” jawab Putri Safira sambil tersenyum.
Putri Safira
mengajak Pangeran Pelik mampir ke sebuah toko roti. Pangeran Pelik terbelalak
melihat Putri Safira membeli sekeranjang besar roti. Untuk siapa roti sebanyak
itu? Pikir Pangeran Pelik sambil terus mengikuti langkah Putri Safira.
“Itu
rumahnya!” tunjuk Puteri Safira pada rumah bercat biru dan bertingkat dua.
“Rumah siapa
itu?” tanya Pangeran Pelik.
“Ayo masuk!”
Puteri Safira menarik tangan Pangeran Pelik.
Segerombolan
anak-anak langsung menyambut Putri Safira dan Pangeran Pelik. Pangeran kini
tahu. Ternyata rumah ini panti asuhan.
“Putri bawa
apa untuk kami hari ini?” tanya seorang anak perempuan berkulit cokelat.
Putri Safita
tersenyum lalu meletakkan keranjang bunga dan Roti.
“Ini untuk
kalian,” Putri Safira membuka keranjang roti dan bunga.
Anak-anak
berebut. Mereka makan roti dengan gembira. Setelah itu, anak-anak menghibur
pangeran Pelik dan Puteri Safira. Ada yang bernyanyi, ada yang menari dan ada
yang bermain musik. Mereka mengajak Pangeran Pelik dan Putri Safira untuk
bernyanyi dan menari bersama juga.
“Mereka lah
yang menghiburku saat Kriswi, kuda kesayanganku mati. Mereka berbagi keceriaan
padaku dan aku sangat bahagia,” cerita Putri Safira saat perjalanan pulang.
Pangeran
Pelik tercenung. Dulu saat Rosla mati, hanya Ayah dan Ibunya yang menghiburnya.
Itu karena ia tidak mempunyai banyak teman. Selama ini, ia hanya asyik bersama
Rosla. Sehingga saat Rosla mati, ia sangat kehilangan.
“Kamu melamunkan
apa?” Putri Safira menepuk bahu Pangeran Pelik.
Pangeran
Pelik tersenyum. “Boleh besok kita ke sini lagi. Aku akan membawakan mereka
buah dan makanan.”
“Tentu saja
boleh,” jawab Putri Safira gembira.
Kini
Pangeran Pelik tidak bersedih lagi.
0 Response to "Pangeran Pelik Tidak Sedih Lagi "
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.