dimuat di Kompas Anak |
Hari masih
pagi. Bruno berjalan ke arah pasar. Ia sudah lapar sekali. Sebentar saja ia
sudah sampai di sana.
Seperti
biasa, pasar sangat ramai. Bruno menyelip diantara kerumunan orang yang sedang
berbelanja. Tujuannya ke kios daging milik Pak Put.
Bruno
mengintip sejenak. Tampak Pak Put sedang sibuk melayani pembeli. Langganan Pak
Put sangat banyak. Itu karena daging Pak Put selalu segar. Harganya juga tidak
mahal dan timbangannya selalu pas.
Bruno
menunggu sejenak. Saatnya beraksi. Bruno berlari. Secepat kilat Bruno menyambar
potongan daging. Pak Put yang sedang memotong daging terkejut.
“Anjing itu
mencuri lagi dagingku!” teriak Pak Put.
Orang-orang yang berdiri di sekitar kios daging menoleh ke arah Bruno
yang sedang mengigit daging. Sekejap orang-orang mengepung Bruno. Anjing dekil
dan kurus itu bingung dan terkepung.
“Hajar
anjing itu!” teriak seorang Bapak.
Tanpa ampun,
orang-orang memukuli tubuh Bruno. Daging dimulutnya langsung terlempar. Bruno
jatuh tak berdaya. Dari mulutnya keluar darah.
“Hentikan...!”
tiba-tiba terdengar suara.
Seketika
orang-orang berhenti memukul. Lalu seorang bapak menerobos kerumunan orang yang
masih mengelilingi Bruno.
“Kenapa
kalian tega melakukan ini?” tanya Bapak itu pilu.
“Dia suka
mencuri daging di kiosku, Pak Pram,” jawab Pak Put.
“Iya, anjing
ini juga suka mencuri sosis di tokoku,” tambah Pak Mulo.
“Tapi tidak
boleh main hakim sendiri. Hewan juga makhluk ciptaan Tuhan,” kata Pak Pram.
Semua
orang menunduk. Pak Pram memang sangat dihormati di kota itu. Ia seorang
dokter. Pak Pram sering membantu warga yang sakit. Bahkan kadang tidak dibayar.
Kebetulan hari ini ia ingin membeli buah di pasar.
Pak Pram
segera membuka kemejanya. Ia lalu membungkus tubuh Bruno yang berlumuran darah.
Dengan penuh kasih sayang, Pak Pram mengendong Bruno membawa pergi dari pasar.
Pak Pram
membawa Bruno pulang. Dengan sabar dan kasih sayang, Pak Pram merawat Bruno
sampai sembuh. Pak Pram memang sangat menyayangi anjing. Di rumahnya ia
memelihara beberapa ekor.
Setelah
beberapa minggu, akhirnya Bruno sehat. Tapi tubuhnya tetap kurus. Ia sering
diledek anjing-anjing yang lain. Mereka tidak mau bermain bersama Bruno.
“Pergi sana
anjing kurus!” ledek Bleki. Ia anjing paling besar milik Pak Pram. Bleki
bertugas menjaga rumah Pak Pram.
Anjing-anjing
lain ikut mengejek Bruno. Bruno sedih sekali.
Kadang ia merasa tidak betah tinggal di rumah Pak Pram. Untung ada
Peppi, anjing kecil milik Petty, anak Pak Pram. Peppi yang selalu menghibur dan
mengajak Bruno bermain.
“Kamu jangan
sedih lagi ya, Bruno,” hibur Peppi.
“Iya, aku
ingin kembali menjadi anjing liar saja. Aku bebas mau pergi kem mana.”
“Tapi kamu
kelaparan di jalan. Aku tahu caranya agar kamu juga kuat seperti anjing
lainnya. Kamu harus giat berlatih.”
Bruno
menuruti nasihat Peppi. Setap hari, Bruno bangun pagi-pagi sekali. saat anjing
lain masih tertidur pulas, Bruno sudah berlari mengitari halaman belakang rumah
Pak Pram yang luas.
Siangnya
setelah makan, Bruno berlatih lagi melompat. Kini tubuh Bruno sehat dan gesit.
Badannya tidak kurus lagi. Ia bukan anjing liar yang kurus dan dekil lagi.
Sore itu
anjing-anjing milik Pak Pram bermain di luar. Mereka bermain bola milik Petty.
Seperti biasa, Bruno dan Peppy tidak diajak. Kedua anjing itu hanya
memperhatikan dari jauh.
Bleki,
Raksa, Bello dengan riang berebut bola karet ke sana-ke mari. Hingga suatu
ketika, bola itu keluar pagar dan menuju jalan. Raksa segera mengejar bola itu.
Tapi malang, Raksa tidak melihat mobil yang melaju kencang. Raksa, anjing berbulu bagus dan lembut itu tertabrak mobil.
Pengemudi mobil melarikan diri.
Semua anjing
langsung menyalak keras.
“Ada apa?”
tanya Petty heran. Petty sangat kaget melihat Raksa tergeletak di tengah jalan
berlumuran darah.
“Papa...
Raksa tertabrak.” Pekik Petty.
Pak Pram
segera keluar rumah. Ia terlihat sangat panik. Ia segera memeriksa Raksa.
Ternyata Raksa membutuhkan golongan darah. Golongan Bleki dan Bello tidak cocok
untuk Raksa. Tetapi ternyata, golongan darah ilik Bruno yang cocok.
“Kamu mau
menyumbangkan darahmu Bruno?” tanya Pak Pram sambil mengelus kepala Bruno.
Bruno
terdiam. Raksa selalu jahat padanya. Tapi bila tidak ditolong Raksa bisa mati.
Tiba-tiba,
Bruno terkenang saat ia ditolong Pak Pram. Bruno juga tidak tega melihat Petty
menangis terus.
“Guk..guk..”
Bruno menyalak pada Pak Pram.
“Terima
kasih, Bruno. Kamu anjing yang baik.”
Pak Pram
segera mengambil darah Bruno. Setelah cukup, ia memberikan pada Raksa. Badan
Bruno terasa lemas, tapi ia bahagia sudah menolong Raksa.
“Kamu hebat
Bruno!” puji Peppi.
“Bukankah
kita harus saling tolong menolong.”
Seminggu
kemudian, Raksa sudah sembuh. Pagi itu Raksa, Bleki dan Bello mendatangi Bruno
dan Peppi.
“Kalian mau
mengejek Bruno lagi?” kata Peppi
“Tidak. Kami
mau minta maaf karena suka mengejek Bruno,” kata Bleki.
“Iya, saya
mau berterima kasih, karena Bruno sudah menolongku,” kata Raksa.
“Iya saya
sudah memaafkan kalian,” kata Bruno.
“Maukah kamu
menjadi teman kami, Bruno?” tanya Bleki.
“Tentu saja
mau. Ayo kita main bersama!” ajak bruno.
Kelima
anjing itu bermain bola karet bersama di halaman belakang rumah. Pak Pram dan
Petty memperhatikan mereka.
“Papa lihat,
mereka bermain bersama.”
“Iya,
biasanya hanya Bleki, Raksa dan Bello,” jawab Pak Pram.
“Iya, sejak
Bruno mendonorkan darahnya pada Raksa,” kata Petty sambil tersenyum.
Bambang Irwanto
Bambang Irwanto
0 Response to "Bruno"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.