Ide itu darimana saja. Mungkin awalnya kita yang mencari-cari ide. Tapi semakin kita bersemangat menulis, maka ide akan menyapa kita. Ide itu sudah ada di sekitar kita, bahkan sudah ada di depan mata kita.
Termasuk ide dongeng Grody Si Pengkhayal ini. Ide ini saya dapat, saat saya sedang mengetik di laptop sambil mendengarkan lagu. Saat Giring Nidji melantunkan laskar pelangi pada bait awal... Mimpi adalah Kunci, untuk kita melaklukkan dunia, tiba-tiba cliiing..... kepikiran seorang kurcaci yang suka berkhayal. Lalu saya tulislah dongeng ini. Cerita ini saya kirim ke Bobo dan Alhamdulillah dimuat. Selamat membaca, ya. Salam semangat menulis....
Grody Si Pengkhayal
Bambang Irwanto
Grody
Kurcaci suka sekali berkhayal. Ia selalu berkhayal membangun gedung dan rumah
di desanya. Grody pernah berkhayal membangun rumah jamur 10 tingkat, membangun
gedung sekolah yang bisa berputar dan masih banyak lagi. Tentu saja banyak
kurcaci lain menertawakan Grody. Mereka menganggap Grody seorang pembual.
Tentu saja
Grody sedih. Ia ingin sekali menghilang kebiasaan berkhayal itu. Tapi tetap tidak
bisa. Setiap kali Grody melihat sesuatu, ia pasti langsung memikirkan sesuatu
yang lain juga.
Seperti pagi
ini. Grody berjalan menuju pasar. Ia hendak membeli selai Cerry kegemarannya.
Saat melintasi lapangan rumput, Grody berhenti, lalu asyik memerhatikan
anak-anak kurcaci yang sedang bermain bola.
“Ehm.. nanti
aku akan membangun gedung olahraga di lapangan ini. Ada kolam renang, lapangan
lari...” Grody mulai berkhayal sambil tangannya bergerak-gerak.
“Hahaha....”
tiba-tiba terdengar suara tawa.
Grody
tersadar dan segera membalikkan badan. Tampak Roddy kurcaci sedang tertawa
terpingkal-pingkal.
“Berhentilah
berkhayal, Grody! Bila khayalanmu terlalu banyak, kepalamu bisa pusing,”
nasihat Roddy sambil berlalu.
Grody sedih
sekali mendengar ucapan Roddy. Kenapa aku belum bisa menghilangkan kebiasaan
burukku ini, gumam Groody sedih sambil berjalan menunduk menuju pasar.
Bruukkk...
Grody menabrak kurcaci lain. Grody segera bangkit sambil mengelus kepalanya.
Eh, siapa
kurcaci ini? Tanya Grody dalam hati. Grody belum pernah melihat kurcaci itu. O
iya, pasti kurcaci baru di desa ini, gumam Groody.
“Nama saya
Rumon. Saya kebetulan melintasi di desa ini,” kurcaci itu memperkenalkan diri.
“Kamu tidak apa-apa?” .
“Grody
menggelang. “Iya, saya baik-baik saja.”
“Tetapi,
kenapa wajahmu terlihat sedih?”
Sebenarnya
Grody paling enggan bercerita pada kurcaci yang tidak dikenalnya. Tapi entahlah,
dia langsung saja bercerita semuanya. Rumon mengangguk mengerti.
“Kamu pasti
menganggap aku seorang pembual,” keluh Groody.
Rumon
tersenyum. “Tentu saja tidak. Kamu malah kurcaci pintar yang punya ide-ide
cemerlang. Sayangnya...”
“Sayangnya
kenapa?”
“Ide-idemu
itu hanya percuma, bila kamu tidak
melaksanakan,” jawab kurcaci itu.
“Maksudnya
apa sih? Aku tidak mengerti,” Groody agak bingung.
“Aku kasih
tahu caranya, ya!” Rumon membisikkan sesuatu ke telinga Grody.
Grody
mengangguk mengerti.
Tiba-tiba
muncul asap biru. Semakin lama semakin tebal mengelilingi Grody dan Rumon. Grody
tidak bisa melihat sekelilingnya. Saat asap biru menghilang, Rumon sudah tidak
ada.
“Rumon...Rumon...”
“Hei Grody,
kenapa kamu berteriak-teriak!” tampak Melky berlari-lari menghampiri Grody.
“Aku mencari
Rumon,” tukas Grody.
Kening Melky
berkerut. “Rumon? Siapa dia? Aku belum pernah bertemu dengannya.”
“Entahlah,
tadi aku bertemu dengannya,” Groody menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Makanya
jangan suka berkhayal! Kamu pasti baru berkhayal bertemu kurcaci asing” Melky
tertawa sambil meninggalkan Grody.
Groody
termenung memikirkan pertemuannya dengan
Rumon itu. Ehm, mungkin tadi aku cuma berkhayal. Tetapi, nasihat Rumon bagus
juga, gumam Groody sambil tersenyum.
Besoknya,
Groody bangun pagi-pagi sekali. semalam ia sudah membereskan segala
perbekalannya. Ia juga suka memcahkan celengan jamurnya.
“Kamu mau
kemana, Groody?” tanya Mordy, tetangga Grody, saat melihat Grody keluar rumah
“Aku akan
pergi ke kota, Mordy,” jawab Grody sambil menceritakan pertemuannya dengan
Rumon pada Mordy. Kurcaci gendut itu tartawa terpingkal-pingkal.
“Groody, itu
kan Cuma khayalnmu saja.”
Kali ini
Groody hanya tersenyum, lalu bergegas menuju kota.
Menjelang
siang, Groody tiba di kota. Ia segera mencari bangunan berwarna merah seperti kata Rumon.
Ternyata tempat itu adalah sekolah arsitek. Bangunannya sangat bangus dan
megah. Grody sampai terkagum-kagum melihatnya
Dengan
semangat Groody masuk ke dalam. Seorang kurcaci tua menyambutnya ramah. Groody
segera menceritakan maksud kedatangannya.
“Betul, saya
Pak Arlen, seorang arsitek. Hampir bangunan di kota kurcaci ini, saya yang
merancangnya.”
“Bolehkah
saya belajar pada Pak Arlen?” tanya Groody penuh harap.
“Tentu saja
boleh,” jawaab Pak Arlen. Groody senang sekali. “Asalkan kamu
bersungguh-sungguh belajar dan selalu bersemangat.”
“Aku
bersemangat, Pak!” jawab Grody.
Kemudian
Groody belajar pada Pak Arlen. Mulai dari merencanakan sebuah banguan,
menggambar bangunan gedung, sampai bahan-bahan bangunan yang pas. Grody
membuktikan ucapannya. Ia belajar sungguh-sungguh. Pak Arlen sangat seang
sekali.
Genap tiga
tahun, Groody sudah selesai belajar. Grody pun pulang ke desanya. Ia segera
membangun semua yang pernah ia khayalkan. Groody pun jadi arsitek terkenal.
“Kamu hebat
sekali Groody,” puji Melky kagum sambil terus menatap lapangan olahraga yang
dulu bekas tanah kosong, kini sudah berubah menjadi kompleks olahraga.
“Itu semua
karena khayalanku, Melky!” jawb Grody. “ Kata Pak Arlen , semua berawal dari
mimpi dan kita harus terus berusaha mewujudkan mimpi kita.”
Melky mengangguk
setuju.
Walau begitu
Grody tetap penasaran, siapa sebenarnya Rumon itu? Bila bertemu lagi, Groody
ingin mengucapkan terima kasih.
0 Response to "Grody Si Pengkhayal"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.