} Agar Tidak Ada Dusta Diantara Freelancer dan Para Tetangga - Bambang Irwanto Ripto

Agar Tidak Ada Dusta Diantara Freelancer dan Para Tetangga


Menjadi pekerja lepas menurut saya adalah sebuah pilihan. Dan saya memilih freelancer sebagai penulis. Alasan utamanya lebih fleksibel. Saya bisa bekerja di mana saja dan kapan saja. Saya hanya perlu mengatur ritme pekerjaan saya.
Namun tidak semua orang memahami apa freelancer itu. Masih banyak orang menganggap, orang yang bekerja itu adalah pergi pagi pulang sore. Tempat kerjanya jelas. Setiap sabtu, minggu atau tanggal merah libur. Lalu setiap bulan gajian.
Jadi di saat ada orang yang hanya terlihat nongkrong di rumah, hanya sesekali pergi, tiba-tiba bisa beli ini itu. Maka selintingan pun berdedar. Uang darimana? Kok bisa beli ini itu? Kan di rumah terus? Jangan-jangan...
Ini pun saya alami. Bahkan suatu ketika, saat saya baru pulang belanja bulanan, seorang tetangga menghampiri saya. Dengan lugunya dia bertanya, “Pak Bambang habis borong? Uang darimana? Kan tidak kerja?”
Bahkan teman saya seorang ilustrator pernah cerita. Saat dia membangun rumah dan membeli motor, tersiar kabar, kalau dia dikira pelihara tuyul.
Saya yakin, semua teman-teman yang bekerja freelancer mengalami hal seperti itu. Awalnya saya tidak peduli dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu itu. Bahkan tetangga bergosip di belakang saya juga tidak saya tanggapi. Karena menurut saya, apa yang saya kerjakan benar dan halal. Toh, Tuhan tahu apa yang saya kerjakan. Malah dulu saya berprinsip, bodoh amat. Saya kan tidak minta makan pada mereka. Istilahnya Anjing menggonggong, Kafilah berlalu.
Sampai akhirnya saya berpikir lagi. Kenapa tidak saya jelaskan saja kepada mereka. Dan inilah tahap yang saya jelaskan kepada mereka. Agar tidak ada dusta di antara freelancer dan para tetangga hehehe...


1.      Pertama, saya menjelas kepada mereka, apa freelancer itu. Seperti uraian saya tadi, mereka memang hanya mengerti tentang pekerjaan yang kasat mata saja. Saya jelaskan freelancer itu adalah orang yang bekerja tanpa terikat waktu dan tempat. Karena seperti yang saya tulis di atas, masih banyak yang tidak mengerti freelancer itu.

2.      Kemudian saya menjelaskan pekerjaan saya sebagai freelance writer. Saya menulis cerita untuk dikirim ke media. Saya menulis naskah untuk dikirim ke penerbit. Saya menulis di blog. Saya juga membuka membuka kelas menulis.
Pekerjaan saya memang tidak terlihat. Saat menulis, tentu saja saya harus di dalam rumah. Tidak mungkin di teras rumah, lalu kalau ada yang lewat saya bilang, saya lagi ngetik, nih.

3.      Tidak ketinggalan saya jelaskan juga waktu bekerja saya. Kapan waktu saya menulis. Kalau tidak ada deadline, saya paling suka menulis pagi sampai siang. Siang saya istirahat, lalu nulis lagi sebentar. Malamnya saya bisa gunakan nonton televisi atau membaca. Kalau kebetulan ada deadline, saya menulis juga saat dini hari, mereka sudah terlelap tidur. Bahkan saat hari libur pun, saya masih tetap menulis.


4.      Saya jelaskan sedikit sumber penghasilan saya sebagai freelance writer. Tapi tidak perlu mendetail, bahkan ke angka nominal. Walau ada juga yang bertanya karena penasaran.
 Misalnya, saat tulisan saya dimuat di media, saya dapat honor. Saat buku saya terbit, saya dapat uang muka royalti, dan secara berkala akan dapat royalti. Lalu saya juga mengajar menulis, saya dapat uang buat jajan bakso. Saya juga jelaskan, kalau saya menjual buku-buku yang saya tulis.

setelah menjelaskan semuanya, terakhir saya memperlihatkan bukti. Bukan bukti transferan honor atau royalti ke rekening saya, tapi bukti kalau saya penulis lepas. Bisa saya perlihatkan cerita-cerita saya yang sudah dimuat di media, dan buku-buku saya yang sudah terbit. Soalnya nanti mereka gosip lagi, aah.. omong doang. Ngomong tanpa bukti kan, bagai sayur tanpa garam. Bagai lalapan tanpa sambal hehehe...
Alhamdulillah, setelah menjelaskan semua ini, mereka jadi mengerti. Dengan sendirinya, obrolan mereka seputar pekerjaan saya jadi berhenti. Dan fitnah tidak lagi terjadi. Saya pun bisa menulis dengan tenang, aman, damai, sentosa, sejahtera, selamanya.

Malah ada yang nyeletuk, “Enak kayak Pak Bambang. Di rumah saja bisa dapat uang.”
Dan saya hanya tersenyum sambil membatin. Aah..coba dari dulu saja saya jelaskan. Pasti saya akan terus dipuji hehehe..gayanya saya ini.  Agar tidak ada dusta di antara freelancer dan para tetangga.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Agar Tidak Ada Dusta Diantara Freelancer dan Para Tetangga"

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.