Aduh,
naskahku ditolak lagi. Padahal sudah capek-capek menulis. Sudahlah, berhenti
menulis saja.
Naskah ditolak, memang membuat kita
kecewa. Itu pun yang saya rasakan saat naskah-naskah saya ditolak. Sudah
capek-capek menulis, kok tidak dimuat atau diterbitkan juga. Akhirnya waktu itu
memang sedikit malas menulis.
Tapi saya kembali pada niat saya
menulis. Saya suka menulis, dan mencintai dunia menulis. Apalagi menulis itu
merupakan proses. Jadi saya harus menjalani setiap proses menulis. Apalagi
setiap proses ada nilai pembelajarannya, termasuk penolakan naskah.
Akhirnya, saya tidak perlu berlama-lama
kecewa. Saya pun langsung menulis kembali. Semakin rajin menulis, akan semakin
banyak tulisan yang kita hasilkan. Semakin banyak juga tulisan yang dikirim ke
media. Akhirnya semakin banyak peluang.
Jadi saat naskah ditolak itu kerena dua hal.
Pertama, naskah kita memang masih kurang menarik dan belum memenuhi kriteria
penerbit atau media. Tentu saja, media tidak bisa memuat naskah kita, dan
penerbit tidak bisa menerbitkan naskah kita.
Nah, untuk alasan pertama ini, maka saya
akan membaca kembali naskah saya yang ditolak. Saya pelajari lagi kekurangan
naskah saya. Dan memang, saat dibaca kembali, naskah saya memang belum menarik
hehehe...
Saya pun kemudian mempelajari cerita-cerita
ang dimuat di majalah itu, atau buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit itu.
Ini sangat penting, karena dengan cara ini, saya bisa tahu, karakter media atau
penerbit.
Setelah itu, saya tulis ulang cerita
baru yang disukai dan sesuai dengan karakter media tau penerbit. Setelah selesai,
tinggal kirim. Selanjutnya, saya akan menulis naskah baru lagi.
Alasan kedua adalah naskah saya sudah
menarik (Ceritanya ini sudah pede, karena sudah sering menulis), tapi belum
sesuai dengan kriteria media atau penerbit. Makanya naskah saya ditolak.
Misalnya, ada orang suka makan mie ayam.
Saya malah kirimkan mie bakso. Walau sama-sama mie dan enak, tapi orang itu
lebih suka makan mie ayam, daripada mie bakso. Bahkan, walaupun saya mengirimkan
mie ayam, ternyata orang itu tidak suka. Soalnya racikannya beda. Orang itu
suka mie ayam suwir ayam, saya kirimkan mie ayam pakai ceker. Jadi kembali,
saya harus jeli melihat selera dan karakter media.
Untuk alasan kedua ini, maka naskah yang
ditolak tadi, akan saya baca kembali. Dari baca ulang itu, biasanya saya akan
tahu, kira-kira cocok untuk media atau penerbit mana. Makanya, kita jangan
hanya mempelajari satu media atau satu penerbit saja. Kalau perlu semua. Jadi
referensi kita kirim naskah semakin banyak.
Setelah menemukan media atau penerbit
yang pas, maka naskah itu akan saya permak, lalu kirim ke media atau penerbit
lain yang sesuai dengan naskah saya. Kalau selera dan karakter sudah cocok,
Insya Allah peluang akan lebih besar.
Jadi sudah tahu kan, kenapa naskah kita
ditolak. Intinya jangan sedih saat naskah ditolak. Tapi harus terus semangat. Karena
apa yang kita kita tulis, tidak ada yang sia-sia. Semua akan menemukan
jodohnya. Salam semangat menulis....
Bambang
Irwanto
0 Response to "Saat Naskah Ditolak"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.