Percikan saya di majalah Gadis |
Aku Sayang Alinka
Oleh : Bambang Irwanto
Aku sudah menduganya. Alinka, selalu saja
membuat kekacauan. Padahal aku sudah menolak, waktu Kak Todi menyuruhku
mengajak Alinka, ke pesta ulang tahun Marisa, teman sekelasku.
Dan benar dugaanku. Semuanya jadi kacau. Alinka yang
super pendiam dan kuper itu, selalu grogi dan gugup bila berada di tengah orang
banyak. Sewaktu hendak mengambil makanan, piring yang dipegangnya terjatuh.
Prang… Piring pecah, makanan berhamburan di lantai, semua mata tertuju pada
Alinka dan tentu saja membuat wajahku merah padam. Aku malu sekali.
“Alinka, apa yang telah kamu lakukan?”
jeritku tertahan.
“Aku…aku… enggak sengaja,” jawabnya tergagap dengan wajah
pucat pasi. Beberapa detik kemudian, Alinka sudah terlihat menangis. Aku makin
sebal padanya.
Syukurlah, buru-buru Mamanya Marisa datang
menenangkan Alinka. “Enggak apa-apa,
Sayang! Jangan menangis lagi, ya! Nanti biar Mbak Inah yang membersihkan
lantainya,” bujuk Mamanya Marisa sambil merangkul Alinka, lalu membawanya ke dalam kamar Marisa
Aku sudah tidak berniat melanjutkan pesta.
Setelah Alinka tenang, buru-buru aku pamit pada Marisa. Padahal acaranya belum selesai. Arini malah
belum tiup lilin dan potong kue.
“Kalian kok udah pulang?” tiba-tiba Kak
Todi masuk ke
kamarku.
“Semua gara-gara Kakak, yang menyuruhku
mengajak Alinka,” jawabku ketus. “Udah tahu Alinka kuper dan pendiam gitu. Dia
itu enggak tahu gaul!”
“Kamu
enggak boleh berkata seperti itu pada Alinka,” bela kakakku satu-satunya
itu.
“Memangnya kenapa? Kenyataan kok. Alinka
itu memang super pendiam dan kuper. Kalau dia seperti itu terus, dia enggak akan
punya teman.”
“Makanya, kamu harus membantunya,
menghilangkan trauma yang ia alami,”
Kami berdua tidak ada yang mau mengalah.
Akhirnya kami bertengkar. Aku kesal, karena Kak Todi selalu membela Alinka.
Tergopoh-gopoh Mama datang ke kamarku. Kak Todi segera mengadu pada Mama, tentang sikapku pada
Alinka.
“Todi, kamu keluar dulu, ya! Mama mau
bicara dengan Tila,” suruh mama. Kak Todi segera meninggalkan kamarku. Kalau sudah
begitu, aku tahu, Mama pasti menyalahkanku.
“Tila, cobalah untuk bersabar menghadapi sikap
Alinka yang seperti itu! Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan membantu
Alinka?
“Tila udah berusaha, Ma! Tukasku sedikit kesal.
Kurang apalagi aku, coba? Aku sudah mengenalkan Alinka
pada semua temanku. Aku juga sering ngajak Alinka
jalan-jalan ke Mall, Termasuk ke pesta ulang
tahun Marisa.
Tapi Alinka tetap saja menutup diri. Aku kan bingung, mau bagaimana lagi?
Mama mengusap rambutku. “Semuanya butuh
proses, Sayang! Alinka mengalami guncangan jiwa yang hebat. Tentunya tidak
mudah bagi dia untuk merelakan kepergian orangtuanya yang secara mendadak itu.
Apalagi dia anak tunggal. Makanya Mama dan Papa mengajak Alinka tinggal bersama kita, supaya
dia bisa melupaka peristiwa tragis itu. Coba seandainya Tila yang berada di posisi Alinka.”
Aku terdiam. Baru aku sadar dan memikrkan
hal itu. Bagaimana kalau aku yang mengalaminya, belum tentu aku sekuat Alinka.
Aku jadi teringat kata-kata Kak Todi tadi. Kalau bukan kita, siapa lagi yang
akan membantu Alinka.
Tanpa disuruh, aku segera ke kamar Alinka.
Sepupuku itu, terlihat sedang tidur telunkup. Terdengar isak tangisnya.
Alu langsung memeluknyya dari belakang.
“Alinka, maafkan aku, ya!”
“Aku juga minta maaf, Tila! Aku belum bisa
membuka diri dan melupakan peristiwa kecelakaan pesawat yang menewaskan kedua
orangtuaku itu. Andai saja aku enggak menyuruh papa dan Mama menyusulku ke Bandung. Andai saja saja aku menundanya besok saja, Andai saja...
“Aku mengerti, Alinka! Aku mengerti...” aku
memeluk Alinka erat, lalu menghapus
airmata di pipinya.
0 Response to "Aku Sayang Alinka"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.