Kemarin sore, saya gagal menikmati es cincau favorit
saya. Padahal sudah terbayang, betapa nikmat dan segarnya, menikmati potongan
dadu cincau, dengan air sirup tambah susu.
Apalagi kemarin cuaca cukup panas. Memang sangat butuh yang segar-segar.
Caila... hahaha.
Gara-garanya cincau yang saya beli palsu. Kok bisa?
Apa iya cincau palsu?
Iya, saudara-saudara.
Dan seumur-umur, dari saya masih kecil,
tampan, imut, lucu, dan menggemaskan, sampai saya besar dan tetap tampan
rupawan, imut, lucu, dan menggemaskan, baru kali ini beli cincau palsu hahaha.
Kacian deh, gue.
![]() |
Sekilas mirip cincau asli |
Jadi ceritanya kemarin pagi saya dan krucil ke pasar
cari ikan layang. Ternyata ikannya kurang baru. Maka saya tidak jadi beli.
Karena sudah terlanjur ke
pasar, saya inisiatif saja cari yang lain. Singkong, kulit lumpia, ubi ungu,
dan lainnya. Termasuk cincau.
Tapi aduh..duh...duh... Itu si Krucil berisik sekali. Memang
sejak dari rumah, si krucil sudah wanti-wanti minta beli ikan hias. Dan saya
iyakan. Hanya karena tadi belum buka kios
ikan hiasnya, maka saya ajak dia ke pasar dulu.
Nah, bela-beli lainnya sudah beres. Tinggal beli
cincau. Tapi sepanjang jalan itu, si krucil terus berisik minta beli ikan hias.
Katanya, masa saya sudah beli ini itu, sedangkan dia belum dibelikan apa-apa
satu pun. Tidak adil katanya. Lah.. ini
nanti buat makan bersama, Tong! Lue juga nanti kebagian hahaha...
![]() |
Warna mulai luntur |
Dan puncak rengekannya pas mau beli cincau. Malah ditambah pasang aksi andalannya, yaitu mulut maju 5
senti. Mungkin Hayati sudah lelah. Eh, mungkin
dia sudah lelah putar-putar pasar hahaha...
Padahal sudah saya gertak, kalau masih berisik, akan saya tinggal di pasar. Eh,
tidak mempan, dan hanya sekedar gertak sambal pakai 1 cabe. Mungkin Krucil
sudah tau gertakan itu. Ya iya sih. Mana mungkin saya meninggalkan anak lucu,
imut dan menggemaskan di pasar.. halah... hahaha.
Akhirnya, saya bergegas ke penjual cincau. Kebetulan
senin kemarin, saya sempat beli cincau di sana. Dan saya beruntung, ebetulan masih ada cincau dua potong. Saya pun
buru-buru beli 1 potong,
lalu bergegas ke penjual ikan hias. Eh,
Si Ibu penjual masih sempat nawarin agar memborong
dua potong cincau. Tapi saya cukup beli satu saja.
![]() |
Agar warna hijau mulai jelas |
Sampai di rumah, seperti biasa cincau lansung saya
cuci, lalu saya taruh di wadah, dan saya masukan ke kulkas. Memang biasanya
menjelang diolah, baru saya potong-potong model dadu. Siplah.. sore sudah ada
minuman segar hehehe.
Sorenya, sekitar pukul 4, saya bergegas buka kulkas.
Jadi saya memang jarang menggunakan es batu. Jadi nanti setelah diolah,
dimasukan lagi ke kulkas, dan pas buka puasa, cincau sudah dingin. Karena dingin pakai es batu dengan langsung didinginkan
beda. Kalau pakai es batu, air akan betambah, dan rasa akan berkurang.
Tapi, pas saya periksa cincau, kok ada airnya warna
hijau pekat. Saya abaikan saja, dan
langsung potong-potong
cincau itu dan cuci lagi. Eh.. kok cincaunya luncur jadi warna hijau terang.
Seperti agar-agar. Memang sih, ada cincau hijau. Saya juga beberapa kali bikin.
Jadi ini jelas bukan cincau hijau.
Saya mulai curiga. Kayaknya nih, agar-agar yang
dikasih pewarna
hijau lagi, biar warnanya lebih pekat dan seperti cincau. Maka cincau pun tidak
jadi saya olah. Saya pun menunggu buka puasa. Pas buka, saya coba. Benar.. itu
agar-agar. Rasanya juga pahit,
karena mungkin pengaruh penambahan warna hijau tadi yang mungkin sangat banyak.
![]() |
Cincau hijau asli buatan saya |
Memang, waktu pas beli cincau hari senin itu, saya
melihat ada dua bak agar-agar. Satu warna merah, satu warna hijau. Jumlahnya masih banyak, padahal hari sudah siang. Dan
pas ditawari, saya juga tidak berniat beli. Mungkin dugaan saya, karena jarang
peminat, maka agar-agar
hijau itu disulap jadi mirip cincau yang lebih banyak peminatnya.
Saya sih, tidak masalah dengan harga cincau 5 ribu
itu. Saya hanya menyayangkan si penjual. Soalnya dia menutup rezekinya sendiri.
Saya pribadi, bila beli sesuatu dan tidak sesuai harapan, maka saya tidak akan
membeli lagi di tempat itu. Nah, kalau kemarin misalnya ada 10 orang yang beli
cincau. Maka si penjual akan kehilangan 10 pelanggan. 10 orang x 5 ribu, 50
ribu sehari itu masih sangat besar. Tentu saja sudah membohongi konsumen.
Apalagi di bulan suci Ramadhan.
Yah.. begitulah. Semua tergantung pada pribadi
masing-masing. Tapi yang jelas, apa yang kita tanam, maka itulah yang akan kita
petik.
Bambang Irwanto
0 Response to "Yaaah... Ternyata Cincaunya..."
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.