Bagi
saya menulis itu bukan lagi sebuah hobi, tapi sudah merupakan pekerjaan. Sudah
10 tahun, saya menggantungkan hidup saya dari menulis. Alhamdulillah, selalu
saja ada hasil dari menulis. Dapur rumah saya pun terus bisa ngebul, dan tentu
saja urusan makan bakso lancar terus hehehe.
Banyak teman yang bertanya,
bagaimana saya bisa betah di jalur
menulis ini. Tidak ada tips spesial. Saya pun tak perlu bersemedia di gua
hahaha. Saya hanya menerapkan saja yang pasti dimiliki penulis yang asalnya
dari diri sendiri. Nah, apa saja itu? Yuk, simak tips singkat.
Keinginan menulis
Ini wajib, karena kalau tidak ada
keinginan menulis, maka tidak akan ada tulisan yang dihasilkan. Sebaliknya,
kalau keinginan menulis terus tinggi, maka akan semakin banyak tulisan yang
dihasilkan. Semakin besar juga meluang dan penghasilan yang didapatkan.
Tapi memang perlu dicermati. Keinginan
menulis ini didasari sesuatu yang berbeda. Ada yang ingin menulis karena memang
suka menulis dan ingin berbagi. Ada yang menulis karena ingin menambah
penghasilan. Bahkan ada yang menulis karena ikut-ikutan. Nah, hal inilah yang
ikut mempengaruhi.
Semangat
Kalau sudah ada keinginan menulis, maka
harus dibarengi dengan semangat untuk menulis. Walau keinginan menulis besar,
kalau semangat kurang percuma. Jossnya keinginan dan semangat harus selalu
membara.
Nah, hal inilah yang membedakan hasil.
Kalau terus semangat, maka banyak yang akan kita tulis. Bukan hanya itu, kalau
terus semangat menulis, maka hasil tulisan akan lebih bagus. Karena menulis itu
seperti mengasah pisau. Semakin diasah, maka semakin tajam.
Sabar
Penulis itu harus sabar. Karena segala proses
menulis itu membutuhkan kesabaran. Menulis itu ibaratnya naik tangga. Satu
persatu meniti anak tangga sampai akhirnya menuju ke atas. Bukan simsalabim,
abrakadabra atau alakazam.
Banyak orang ingin jadi penulis, tapi
tidak sabar. Ingin buru-buru karyanya dimuat di media, ingin segera menerbitkan
buku. Akhirnya mengambil jalan pintas dengan cara plagiat karya orang lain.
Akhirnya dia membuat lubang dalam untuk dirinya sendiri.
Seperti yang selalu saya tuliskan, nikmati
proses menulis dengan sabar dan senang hati. Karena semua proses menulis ada
nilai pelajaran. Orang yang tidak sabar menikmati proses, dijamin akan
meninggalkan menulis.
Sabar ini pun berlanjut saat selesai
menulis dan naskah sudah selesai menulis. Sabar menunggu antreaan pemuatan,
atau sabar menunggu antreaan naskah diseleksi lalu diterbitkan. Banyak yang
tidak sabar menunggu, akhirnya naskah belum ditarik, sudah dikirim ke media
lain. Akhirnya terjadi pemuatan ganda, dan dua-dua media memblacklist.
Begitu juga dengan menerbitkan buku yang
prosesnya lebih panjang daripada pemuatan di media. Walau kita menulis secapat
kilat, buku tidak langsung bisa cetak dan terbit. Ada proses editing, desain
dan sebagainya. Belum kalau banyak ilustrasi, maka waktunya bisa lebih lama.
Tidak Pemalu
Penulis itu jangan pemalu, bukan
malu-maluin ya hehehe. Soalnya banyak teman penulis yang pemalu. Malu kirim
naskahnya karena jelek. Malu bertanya soal dunia menulis, malu bertanya nasib
naskahnya, termasuk malu bertanya soal honornya.
Mulai singkirkan rasa malu, karena akan
menghambat bahkan merugiakan diri sendiri. Misalnya, buat apa capek-capek
menulis, kalau hanya diumpetin di bawah kasur atau menjadi penghuni abadi
folder laptop. Kalau naskah belum bagus, itu biasa. Jadi jangan malu. Justru
kalau naskah diperlihat ke orang lain, atau dikirim, lalu dibaca, kan kita tahu
hasil menulis kita. Jadi nanti bisa kita pelajari lagi.
Begitu juga soal honorarium atau royalti
yang merupakan hak kita. Jangan malu untuk tanyakan, dan menuntut hak kita.
Jadi kalau belum ada kabar, tanyakan saja. Jadi tahu penyebabnya kenapa belum
dibayar. Daripada menduga-duga.
Terus belajar
Kalau
ini memang sejatinya begitu. Jangan puas dengan hasil yang sudah ada. Terus
belajar belajar dan belajar. Belajar ini termasuk dari pengembangan diri dalam
menulis. Misalnya, dulu hanya menulis cerita anak. Bisa pelajari cerita remaja
atau dewasa. Bisa belaja rmenulis artikel, repotase dan lain-lainnya.
Begitu juga dengan media. Kalau dulu hanya menulis
khusus untuk media, mulai menulis untuk buku. Lalu kembangkan menulis di blog
atau lain. Pokoknya terus kembangkan.
Belajar menulis bisa kapan saja dan di
mana saja. Apalagi zaman sekarang kita diuntungkan media sosial. Banyak kelas-kelas
menulis. Banyak grup-grup penulisan. Jadi gali terus dan kembangkan diri.
Jangan pernah merasa terlambat untuk belajar menulis.
Rendah hati
Bagi saya, seorang penulis harus rendah
hati. Tidak sombong dan cepat puas dengan apa yang dicapai. Penulis rendah hati
mau berbagi dan menerima kritik dan masukan. Rendah hati membuat penulis akan
terus belajar.
Soalnya ada beberapa teman yang belum bisa
membuka diri. Misalnya saat minta naskahnya diberi masukan. Sudah diberi
masukan, tapi dia ngotot, kalau apa yang ditulisnya sudah pas. Kalau terus
begini, dijamin teman itu tidak akan berkembang dalam menulis. Ini menurut
saya, ya.
Sopan santun
Ini juga perlu ditekankan. Bagi saya,
penulis itu pun wajib menjungjung tinggi sopan santun. Karena pengalaman saya, dengan
sopan santun, kita bisa masuk ke mana saja dan bisa berteman dengan siapa saja.
Sopan santun di sini bukan hanya sikap
saat bertemu di dunia nyata, tapi juga dalam hal tulisan. Saat pengiriman
naskah, saat chat di inbox, saat saling berbalas komentar di sebuah postingan.
Misalnya
saat ada teman langsung inbox tanpa salam. Kemudian beratnya ini itu. Giliran
sudah dijawab, langsung kabur.
Makanya, banyak teman yang mengeluh, ih
penulis itu sombong ya. Mentang-mentang senior. Diinbox tidak dibalas,
blablabla.
Jangan salah menduga dulu. Bisa saja si
penulis itu sudah sering mendapat perlakuan kurang menyenangkan. Makanya dia
tidak nyaman lagi. Takut kecewa. Dan menurut saya itu wajar saja. Saya pun
tidak akan membalas orang yang pernah mengecewakan saya hehehe.
Bisa Mengendalikan Diri
Bagi saya, seorang penulis harus bisa
mengendalikan diri dalam keadaan apapun. Ini menurut saya, ya. Jadi misalnya
saat galau, jangan langsung curhat di medsos. Saat marah kepada seseorang, atau
jangan menulis kata-kata makian dan sebagainya.
Jangan salah. Soalnya banyak yang diam-diam
mengamati akun media sosial kita. Termasuk editor. Dari tulisan, editor sudah
bisa menilai kita. Akhirnya yang awalnya mau order naskah, jadinya batal
hehehe. Jadi usahakan apa yang akan kita posting di medsos, tidak akan merugikan kita.
Nah, itulah yang harus dimiliki penulis yang
berasal dari diri sendiri. Dan setiap orang punya kan? Jadi intinya, semua
tergantung dari diri sendiri. Siapa yang terus semangat menulis, maka dia yang
akan lancar makan bakso hahaha. Salam semangat menulis.
Bambang Irwanto
Bambang Irwanto
0 Response to "Yang Harus Dimiliki Penulis Dari Diri Sendiri"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.