Gambar : Pixabay |
Berikan yang terbaik - Salam,
teman-teman. Kali ini, saya mau cerita sedikit. Ini cerita saya, bukan cerita
dia atau dirinya hehehe. Jadi murni datang dari kehidupan saya hehehe.
Jadi sejak kecil itu, saya sudah dicontohkan, untuk memberi
sesuatu pada orang lain yang terbaik. Misalnya, saat Ibu saya memasak
makanan dalam jumlah agak, begitu masak, Beliau langsung mengantarkan pada
tetangga. Begitu juga saat membeli sesuatu dalam jumlah lebih. Begitu sampai
rumah, langsung dibagi ke tetangga. Jadi apa yang kami makan, sama dengan apa
yang tetangga makan juga.
Dengan sendirinya, saya pun mengikuti apa yang dicontohkan oelh
kedua orang tua saya. Termasuk saat sekarang saya sudah pindah ke kota lain.
Saat saya menebang pisang satu tandan, saya biasanya membagi-bagi ke berapa
tetangga. Mereka pada senang, tapi kok tanggapannya hampir seragam, "Kok
dibagi-bagi, Mas? Dimakan sendiri saja!"
Tentu saja saya kaget. Maksud saya kan memang ingin berbagi.
Istilah kasarnya ini (maaf, ya! Maaf banget!) kalau dimakan sendiri, paling
cuma jadi tai hehehe.
Di lain waktu, saat kebetulan masak banyak, saya pun membagi ke
tetangga. Sama seperti yang dicontohkan Ibu saya dulu. Pokoknya, bila memberi
sesuatu ke tetangga, saya selalu berikan yang terbaik.
Suatu ketika, tetangga-tetangga itu memberikan saya sesuatu.
Tapi kok bukan yang terbaik, ya. Padahal sebenarnya, saya memberikan sesuatu
kepada mereka, bukan mengharapkan balasan. Murni karena ingin berbagi. Tapi
bila seandainya mereka ingin memberi saya sesuatu, berikanlah yang sesuai.
Misalnya, saat lebaran, kan banyak kue-kue (pacitan) lebaran
tuh. Saat lebaran, mereka tidak mau memberi, walau misalnya sedikit. Tapi dua
minggu setelah lebaran, mereka baru memberi. Itu pun sudah lembek dan agak tengik.
Kalau sudha begitu, tentu saja tidak bisa dikonsumsi.
Misalnya lagi, saat ada tetangga memberikan buah nangka.
Ternyata sudah busuk sebagian besar. Tentu saja tidak bisa dikonsumsi lagi.
Bahkan ada tetangga pernah ngomong, "Mas Bambang kemarin ke
mana? Saya mau antar ayam. Kebetulan ada ayam sakit, jadi saya potong
saja."
Waduh, ayam sakit kok mau dikasih ke saya? Sungguh teganya
dirimu... teganya.. teganya.
Jadi setelah saya mengamati, prinsip mereka adalah "kalau
enak dimakan sendiri, kalau tidak enak, baru dibagi-bagi". Makanya saya
langsung teringat ucapan mereka saat membagikan pisang, "Kenapa
dibagi-bagi, Mas? Dimakan sendiri saja!"
Makanya dengan sendirinya, saya pun mengikuti keadaan. maksudnya
saya tidak harus menjadi pelit, tapi mensiasti saja. Karena tidak mungkin kan,
saya mengajari mereka langsung cara berbagi.
Misalnya, saat ada tetangga yang nawarin nangka, saya tanya
dulu. Bagus tidak? Tidak ada yang busuk? Kalau bagus saya mau. Kalau misalnya
berupa cemilan atau kue, saya coba satu dulu. Kalau masih layak konsumsi, oke
bungkus hahaha.
Misalnya ada yang mengantar kue dan tengik, maka besoknya tanpa
segan, saya akan bilang, "Maaf, ya! Kemarin kuenya tengik".
Memang sih terkesan tidak enak di hati. Tapi saya harus
memberitahu kepada mereka. Kalau saya main terima saja pemberian mereka, bisa
berarti mereka mengira saya suka dengan memberian mereka. Alhamdulillah,
beberapa tetangga mulai mengerti dan memberikan barang atau makanan yang bagus
dan baik.
Memberi itu, sebenarnya bukan ingin mengharapkan saling
berbalas. Memberi itu lebih pada berbagi. Tapi hendaknya, apa yang kita berikan
kepada orang lain adalah sesuatu yang terbaik. Apa yang kita makan, maka itulah
yang dimakan oleh orang yang kita beri. Agar orang yang menerima merasa senang
dan bahagia.
Bambang Irwanto
0 Response to "Berikan yang Terbaik"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.