Cerita Remaja - Sugiatun tersenyum sambil menyelipkan selembar uang lima
ribuan di bawah tumpukan bajunya. Ia bahagia, karena hari ini berhasil menahan
diri untuk tidak jajan soto gombong di kantin sekolah. Sebentar lagi akan
lengkap, gumam Atun, nama panggilan doi, sambil mencentang tulisan eyeliner. Selanjutnya Atun asik menulis di diary-nya warna
pink itu.
Sumber gambar : Internet |
Yaps... sudah dua
minggu ini, Atun sibuk memenuhi berlembar-lembar diary-nya dengan nama-nama
kosmetik. Mulai dari fondation, deodorant, parfum, lipstik, eyeliner dan maskara.
Tidak ketinggalan lulur dan masker juga masuk dalam catatannya.
Tidak cuma
namanya saja. Atun juga mencatat kegunaan kosmetik itu. Tujuannya biar tidak
salah pakai. Tidak mungkin kan, lipstik untuk tebelin alis atau maskara buat
diolesi di bibir.
Kini Atun
sudah hafal luar kepala. Misalnya, fondation itu alas bedak. Dipakainya sebelum
pakai bedak. Gunanya biar bedak tidak kontak langsung dengan kulit. Selain itu,
biar bedak mudah dibersihkan.
Terus soal
bedak. Atun baru sadar, ternyata, bedak itu ada tabur dan padat. Warnanya juga
harus disesuaikan dengan warna kulit. Jadi kulit Atun yang sawo matang itu,
cocok dengan bedak warna cokelat tua.
Pokoknya,
sekarang Atun persis kayak sales kosmetik. Mau ditanya apa aja, Atun bisa
menjawab dengan lancar jaya kayak jalan tol.
“Tumben kamu
nanya-nanya soal kosmetik, Tun?” tanya Mbak Isti waktu Atun pertama kali
bertanya soal kosmetik. Kebetulan Mbak Isti yang masih saudara sepupu Atun itu
buka salon di ujung jalan desa.
Atun tersipu
malu. “Iya, Mbake. Saya ingin tau. Soale, batirku pada cantik-cantik. Katane
mereka pake kosmetik, mbake,” jawab Atun
“Tapi kamu
harus keluar uang untuk beli kosmetik, Tun!” ingat Mbak Isti
Ya..ya... Atun
mengerti. Setiap keinginan harus ada pengorbanan. Makanya Atun berhemat tidak
jajan dan naik sepeda bapaknya ke sekolah. Buat tambahan beli kosmetik, Atun
menganyam kerajinan dari pandan. Lumayan buat tambah-tambah.
@@@
Dari balik pintu kamar, Omah mengawasi
kakak semata wayangnya itu. Omah heran dengan kelakuan Atun dua minggu ini.
Setiap diajak pulang bersama, Atun selalu menolak dan bilang ada kerja
kelompok. Masa tiap hari kerja kelompok. Padahal di sekolah, Atun tidak
pintar-pintar amat.
Atun juga
sekarang beda. Bawaannya kalau ke sekolah, wangi tenan. Wajah bulat dan pipi tembemnya mulai dikasih bedak
tipis-tipis. Padahal Kakaknya itu dulu tomboy. Bercermin saja jarang, apalagi berdandan. Ke Salon saja tidak
pernah. Rambut Atun saja, Mamake yang potong.
Omah juga
bingung, sekarang Atun juga suka nulis-nulis. Omah tidak tahu, Atun nulis apa. Sekarang kan, zamannya nulis status fesbuk. Tapi nyatanya, Atun masih aja betah nulis
di diary.
Omah coba
menengok kelender di ruang tamu. Tapi kalender itu biasa saja. Tidak ada tanggal
yang dilingkari. Berarti tidak ada yang spesial. Apalagi ulang tahun Atun sudah
lewat 7 bulan lalu, dan setiap ultah juga tidak pernah dirayakan. Omah benar-benar
pusing tujuh keliling seperti kuda habis makan beling.
“Mbake nulis
apa, sih?” Omah masuk ke kamar dan melongok buku diary Atun.
“Rahasia,
lah,” Atun cepat-cepat menutup buku diarynya.
Omah cuma bisa
memonyongkan bibirnya.
@@@
Mata Omah melotot kayak ikan mas koki.
Ia terkejut membaca buku diary Atun yang ketinggalan. Fondetion, lipstik,
maskara, eyeliner.... Omah geleng-geleng kepala. Apa kakaknya mau jualan
kosmetik atau mau jadi SPG kosmetik.
Iseng-iseng,
Omah membuka laci meja belajar Atun. Mata Omah hampir copot. Fondation,
lipstik, bedak maskara dan kosmetik lainnya memenuhi laci meja Atun. Aku harus
bertanya pada mbake, gumam Omah.
@@@
Sorenya, Omah
bergegas mencari Atun. Tapi Omah lebih terkejut lagi saat masuk ke kamar atun.
Ia melihat atun sedang berdandan. Menor tenan.
“Mbake mau ke mana
pakai mek ap?” tanya Omah bingung.
Perasan hari
ini tidak ada undangan atau hajatan. Biasanya di kampung sini, cewek dandan
menor kalau mau nonton wayang semalam suntuk. Tapi malam ini tidak ada wayang
atau hajatan. Lagi musim hujan dan langit selalu mendung.
Atun tersenyum
manis sambil terus memoles bedak di wajahnya. “Biar cantik. Kata wong, kalo
palentin itu harus cantik dan wangi.”
Palentin? Omah
melongo kayak sapi ompong. Wah dalah... jadi mbakyunya terserang virus palentin
juga.
Omah juga tahu
kalau palentin itu hari kasih sayang dan serba pink. Biar tinggal di desa Karang
Asem yang jauh dari kota kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, tapi Omah tidak
gaptek-gaptek amat. Saat internetan gratis di balai desa, tidak sengaja Omah
baca sejarah palentin. Banyak sih, sejarah tentang palentin, tapi yang Omah
suka adalah, bahwa saat palentin itu seekor burung mencari jodoh.
“Jadi, Mbake mau
cari jodoh? Wah... jangan-jangan Mbake mau kawin, ya? Karo siapa Mbake? Syaiful,
Fajar atau Panji anak Pak kepala desa? Omah nyerocos kayak cucokrowo.
“Saya nda suka
sama cowok ceking kayak Syaiful.”
Omah kesal, karena
Atun membuatnya semakin penasaran. Omah membanting tubuhnya di atas kasur yang tidak empuk itu. Ia melihat ada novel baru lalu membuka-buka. Pluk, selembar
foto jatuh. Omah menunggut dan melihat foto itu.
“Ruslan..?
Kenapa foto Ruslan Mbake simpan?”
Atun panik. Ia
segera merebut foto dari tangan Omah. Omah cengegesan. Kni ia tahu, kakaknya
itu lagi jatuh cinta.
“Jadi Mbake
naksir Ruslan si penghayal itu?”
“Hus... dia itu
penulis cerita remaja tauuuu! Ceritanya sudah banyak dimuat di majalah remaja
ibukota. Bahkan sekarang lagi bikin
novel.”
Omah
mangut-mangut kayak burung kakaktua. Kini ia ngerti kenapa kakaknya rajin
nulis-nulis. “Mbake ingin jadi penulis juga?”
Atun
mengangguk kalem. “Lalu apa hubungannya dengan berdandan?” pancing Omah.
“Aku terinspirasi
Mbak Maurin, penulis novel favoritku pintar dan modis itu,” jawab Atun.
“Itu saja?”
Omah menyelidik
“Itu saja
memangnya kenapa?”
“Bukan karena
ingin menarik perhatian Ruslan?”
“Semprulll”
Atun menerjang Omah dan langsung mengacak rambut adiknya itu. Tapi pipi atun
terasa hangat. Ia memang naksir berat sama si Ruslan.
Bambang Irwanto
0 Response to "Rahasia Atun"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.