Eum.. Nenek Pelipe menghembuskan napas. Sudah dua
jam ia duduk di tokonya. Tapi belum ada satu pun yang datang ke toko sapu
terbangnya.
“Kenapa akhir-akhir ini sepi sekali?” pikir Nenek
Pelipe.
Nenek Pelipe mempunyai toko sapu terbang. Nenek
Pelipe membuat sendiri sapu terbang itu. Dahulu, Nenek Pelipe belajar dari
ayahnya yang juga pembuat sapu terbang.
Sayangnya, sekarang toko sapu terbang Nenek Pelipe
mulai sepi pengunjung. Itu karena anak-anak negeri Magic mulai malas belajar
memakai sapu terbang. Mereka lebih suka memakai sepeda kereta angin.
Siang itu, Nenek Pelipe kedatangan sahabatnya Nenek
Balcita. Ia datang bersama Marco, cucunya. Nenek Pelipe menyambut hangat
kedatangan mereka.
Saat hendak pulang, Nenek Pelipe berniat memberikan
hadiah pada Marco.
“Kamu boleh memilih satu sapu terbang, Marco!” suruh
Nenek Pelipe.
“Tidak usah, Nek! Aku tidak suka memakai sapu
terbang,” jawab Marco.
Kening Nenek Pelipe bertambah berkerut-kerut.
“Kenapa?” tanya Nenek Pelipe ingin tahu.
“Pakai sapu terbang itu kuno dan menyusahkan, Nek!
Kita juga harus menghafal mantranya” jawab Marco sambil menjilati permen lolipop-nya.
Tidak lama, Nenek Balcita dan Marco pulang. Nenek
Pelipe termenung di sudut tokonya. Ia sedih mendengar ucapan Marco tadi.
Padahal naik sapu terbang itu menyenangkan. Apa yang harus aku lakukan, ya?
pikir Nenek Pelipe.
Tiba-tiba Nenek Pelipe mendapat ide. Kini ia tahu
cara membuat sapu terbangnya agar menarik anak-anaknya. Nenek Pelipe berharap,
anak-anak negeri Magic mau naik sapu terbang lagi.
Besoknya, Nenek Pelipe menyuruh Rori, pegawai
tokonya untuk membeli cat warna-warni dan kuas.
“Nenek mau mengecat tembok toko lagi?” tanya Rori
keheranan, karena Nenek Pelipe baru bulan lalu mengecat tokonya.
“Bukan. Pergilah segera membeli cat dan kuas! Nanti
kamu akan tahu juga,” jawab Nenek Pelipe penuh rahasia.
Satu jam kemudian, Rori sudah kembali dari toko cat
Pak Bun. Rori membeli membeli cat warna-warni dan kuas sesuai pesanan Nenek
Pelipe.
‘Ini cat dan kuasnya, Nek! Sekarang apa yang akan
Nenek lakukan?” tanya Rori penasaran.
“Cepat turunkan sapu-sapu terbang itu! Kita akan
mengecat warna-warni gagang sapu, seperti permen lolipop,” jawab Nenek Pelipe
terkekeh.
Rori mengangguk mengerti. Bergegas ia menurunkan
sapu-sapu terbang itu dari gantungan, lalu dengan gesit mengecatnya. Satu jam
kemudian, pekerjaannya sudah selesai.
“Bagus, bukan!” Nenek Pelipe memandang puas sapu
terbang warna-warni di hadapannya.
Rori hanya mengangguk, lalu mengantung kembali
sapu-sapu terbang itu.
Besoknya, banyak anak-anak negeri Magic yang berhenti
di depan toko sapu terbang Nenek Pelipe. Mereka tertarik melihat sapu terbang
warna-warni. Nenak Pelipe kebetulan mengenal anak-anak itu.
“Aku mau beli ah, pasti bagus digantung di kamarku,”
seru Mulli.
“Aku juga mau beli. Pasti bagus jadi pajangan di
rumah,” Aurel.
Anak-anak negeri Magic lain ingin membeli juga.
Mereka lalu masuk membeli sapu terbang.
Nenek pelipe senang sekali. Ia berharap anak-anak
mau kembali belajar sapu terbang.
Siang itu Nenek Pelipe pergi ke kota. Saat pulang,
ia melewati rumah Mulli. Kebetulan Mulli ada di depan rumah.
“Selamat siang, Nek!”
“Selamat siang, Mulli. Bagaimana kabar sapu
terbangmu? Apa kamu sudah pandai naik sapu terbang?”
Mulli tertawa kecil. “Aku mengantungnya di kamarku,
Nek. Lucu sekali. Bila ada angin, sapu terbang itu bergoyang-goyang. Aku suka
warna-warninya.”
Nenek pelipe terkejut mendengan jawaban Mulli.
Nenek Pelipe lalu melanjutkan perjalanan pulang.
Tidak sengaja ia bertemu Elike. Nenek Pelipe tidak lupa menanyakan sapu terbang
yang dibeli Elike kemarin.
“Wah, aku memajangnya di ruang tamu, Nek. Setiap
tamu yang datang memuji dan menyukai sapu terbang warna-warni itu.”
Namun wajah nenek Pelipe jadi murung. Nenek Pelipe
bergegas menuju toko sapu terbangnya.
“Kenapa Nenek sedih? Bukankah seharusnya Nenek
senang karena sapu terbang banyak terjual?” tanya Rori bingung.
“Iya, tapi anak-anak itu membeli bukan karena ingin
belajar naik sapu terbang, tapi karena tertarik bentuknya saja.”
Ternyata masih banyak yang ingin membeli sapu
terbang warna warni. Tapi Nenek Pelipe tidak berniat mengecatnya lagi.
“Kenapa kamu sedih?” tanya Kakek Murrai, suami Nenek
Pelipe.
Nenek pelipe segera menceritakan semuanya pada Kakek
Murrai.
“Sepertinya, kamu melupakan sesuatu.”
Nenek pelipe terbelalak penasaran. “Apa itu?”
Kakek Murrai membisik sesuatu ke telinga nenek
Pelipe.
“O lala.. Nenek pelipe baru tersadar. Ia melupakan
hal itu. Kini ia tahu apa yang harus ia lakukan.
Besoknya Nenek pelipe menyuruh Rori untuk membeli
cat warna-warni.
“Bukankah nenek tidak mau membuat sapu terbang
warna-warni lagi?” tanya Rori bingung.
“Cepatlah pergi, sebelum toko Pak Bun tutup.”
Nenek pelipe pergi ke toko kain Bu Petty. Ia membeli
rumbai warna-warni.
Kini sapu terbang Nenek Pelipe semakin menarik.
Selain warna-warni juga ada rumbai-rumbainya di ujung gagang sapu. Anak-anak
negeri Magic yang kebetulan melewati toko Nenek Pelipe tertarik untuk membeli.
“Aku ingin membeli sapu terbang cantik itu, Nek!”
kata Koldi.
“Boleh saja! Tapi ada syaratnya. Kalian harus
belajar naik sapu terbang dulu. Setelah itu, kalian boleh membeli sapu terbang.
Aku akan mengajari kalian.”
Semua mengangguk setuju. Nenek Pelipe kemudian
mengajarkan anak-anak belajar naik sapu terbang.
Beberapa minggu kemudian, di negeri Magic sudah
kembali tampak sapu terbang. Tapi kali ini lebih indah, karena sapu terbang itu
berumbai-rumbai dan berwarna-warni. Nenek Pelipe sangat gembira.
Bambang Irwanto
0 Response to "Sapu Terbang Nenek Pelipe"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.