Menyusuri Jejak Sejarah Masjid Saka Tunggal Pekuncen Sempor Kebumen - Di Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen, ada salah satu masjid tertua. Namanya Saka Tunggal atau Soko Tunggal. Sesuai namanya, masjid ini memang hanya memiliki satu tiang sebagai penyanggah.
Sesuai yang saya baca dan saya kutip dari sindonews.com, masjid Saka Tunggal ini menurut riwayatnya, dibangun oleh Adipati Mangkuprojo sekitar 1719 Masehi yang masih keluarga Keraton Kartasura, Solo. Adipati Mangkuprojo ini sangat gigih melawan penjajah Belanda. Karena terdesak, Adipati Mangkuprojo kemudian melarikan diri dan memilih bergerilya di daerah Pekuncen. Beliau pun kemudian membuat pesanggrahan yang bersifat sementara.
Selain bergerilya, Adipati Mangkuprojo juga giat melakukan syiar agama Islam. Setelah pengikutnya banyak, akhirnya Adipati Mangkuprojo mendirikan masjid Saka Tunggal ini. Awalnya atap masjid menggunakan daun bambu yang dianyam dan dindingnya menggunakan tabak bambu.
Dalam perkembangannya atap daun bambu tersebut diganti dengan ijuk, tetapi dindingnya masih menggunakan tabak bambu. Kurang lebih seabad kemudian ijuk tersebut diganti dengan genteng. Tahun 1922 dinding bambu diganti dengan bangunan tembok. Dan pada Juli 2005 lalu direnovasi.
Jujur saja nih, saya baru tahu ada Masjid Saka Tunggal yang kebetulan masjid terua dan bersejarah di pekuncen ini. Kebetulan juga letaknya sangat dekat dari rumah saya. Ini pun saya tahu masjidnya, secara tidak sengaja, saat saya iseng naik motor cari angin ke daerah Pekuncen. Waktu itu saya sempat mampir. Hanya karena bukan waktu salat, maka masjidnya tertutup.
Makanya jumat kemarin, saya memang sudah rencana akan salat jumat di masjid Saka Tunggal atau masjid Jami Saka Tunggal. Saya sangat ingin sekali melihat Saka Tunggal atau tiang penyanggahnya itu secara langsung. Saya pun sengaja berangkat awal, agar bisa melihat-lihat dulu suasana dalam masjid.
Hanya 15 menit, saya sudah sampai di Masjid Saka Tunggal. Ternyata sudah banyak jamaah yang datang. Sejenak saya bingung mau parkir motor di mana. Ternyata, di sisi kiri masjid, ada tempat parkir yang nyaman. Di depannya juga tanah kosong dengan banyak pohon.
Setelah parkir motor, saya bergegas menuju tempat wudhu yang berada di sebelah kiri masjid. Ada beberapa kran air untuk wudhu. Lalu di dekat situ juga ada kamar mandi. Tampak juga sebuah sumur. Saya berpikir, mungkin itu termasuk sumur tua juga yang dulunya dipakai untuk berwudhu dari situ.
Selesai wudhu, saya bergegas masuk ke masjid lewat pintu depan. Nuansa karpet berwarna hijau, langsung membuat mata saya adem. Karpetnya juga sangat empuk. Saya pun memilih tempat di ruangan bagian depan masjid.
Jadi masjid Saka tunggal ini terdiri dari 3 ruangan. Ruangan utama atau masjid aslinya adalah bagian yang ada tiang penyanggahnya. Sedangkan bagian depan dan sisi kiri saya rasa bagian adalah tambahan.
Selesai salat jumat, saya pun bergegas melihat-lihat masjid Saka Tunggal ini. Caranya, saya tidak melihat-lihat dengan posisi berdiri seperti layaknya saya misalnya ke museum. Tapi saya duduk bersila dekat dengan obyek yang saya bidik.
Dan Tentu saja yang menjadi perhatian utama saya adalah tiangnya hanya satu tepat berada di tengah masjid. Ukurannya sekitar 30 x 30 cm, dengan tinggi sekitar 4 meter yang terbuat dari kayu jati pilihan. Makanya sampai sekarang masih kokoh.
Lalu, ada 4 penyanggahnya. Ukirannya sangat keren sekali. Apalagi dicat emas. Ada lubang angin di atasnya, kemudian bagian atapnya digambar langit dan awan. Jadi saat orang menengah ke atas, seolah-olah melihat langit dengan awan putih.
O, iya. Makna saka tunggal sebenarnya mengandung filosofi tersendiri. Saka tunggal melambangkan ke-Esaan Allah SWT sebagai Sang Pencipta tunggal alam semesta. Makna tunggal tersebut diejawantahkan dengan memaknai Masjid Saka Tunggal sebagai tempat untuk meyakini bahwa Allah SWT itu Tunggal atau Esa. Sedangkan dalam kaitannya dengan sejarah perjuangan, masjid itu juga sebagai simbol satu tekad untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia.
Selanjutnya saya menuju bagian depan. Ada 3 pintu (tanpa daun pintu) yang memghubungakan ruangan depan ini dengan ruangan utama. sisi kanan dan sisi kiri bentuk dan modelnya sama, sedangkan yang tengah di bagian atasnya seperti berbentuk kubah masjid. Sangan simetris.
Karpet yang sama pun terdapat di ruangan ini. Ada sebuah beduk di sudut kanan ruangan. Ukurannya cukup besar. Lalu di sebelahnya ada sebuah kentongan juga. Pastinya ini digunakan juga untuk menandakan telah masuknya waktu salat.
Lalu saya bergegas ke ruang sebelah kiri Di sini pun dgunakan untuk salat. Ada dua pintu yang menghubungkan dengan ruangan utama tadi. Lalu terdapat juga, dua jendela berbetuk kotak, dengan masing-masing dengan 2 daun jendela.
Di bagian belakangnya, tampak ada 2 lemari stenlis kaya lemari berisikan Al Qur’an, sarung, sajadah, dan mukenah. Jadi bagi teman-teman yang mengunjungi masjid Saka Tunggal dan kebetulan lupa bawa sarung atau mukenah, sudah disediakan.
Setelah saya rasa cukup, saya pun bergegas keluar masjid. Saya tidak lupa menjepret masjid dari keadaan depan. Pintu depan berjumlah 5 buah dengan model bulat di atasnya. Perpaduan catnya sangat kontras. Banyaknya pintu-pintu ini mengingat saya pada kontruksi bangun-bangunan tempo doloe yang memang kadang mempunyai banyak pintu, dengan ukuran tinggi dan besar.
Biar semakin lengkap, tidak lupa saya melihat bagian kanan masjid Saka Tunggal ini. Ternyata di sisi ini, pintunya hanya satu. Tapi jendelanya ada 4, yaitu 2 di bagian kanan, dan 2 di bagian kiri pintu. Sangat simetris.
Dan setlah mengamati Masjid Saka Tunggal ini, memang semua desainnya dibuat simetris atau seimbang. Antara kanan dan kiri. Dan ini mengajarkan pada saya, bahwa hidup itu perlu keseimbangan, agar semua tetap bisa berjalan dengan baik.
Pas mau pulang, ada ibu-ibu yang menyamperin saya, “Mas, nasi sodakahan!” kata Ibu itu sambil memberi saya sebuah plastik mika berisi nasi, ayam, dan sayur tempe. Saya pun menerimanya dengan senang hati. Selanjutnya, saya pun bergegas pulang
Ternyata, di sekitar rumah saya itu, banyak sekali bangunan-bangunan bersejarah. Dan saya bersyukur bisa mendatangi dan mengali cerita di baliknya. Dan pastinya, banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan dari masjid Saka Tunggal ini. Tentang makna Saka Tunggal, sejarah, penyebaran islam, sampai salah satu penyemangat dalam perjuangan.
Bambang Irwanto
Sesuai yang saya baca dan saya kutip dari sindonews.com, masjid Saka Tunggal ini menurut riwayatnya, dibangun oleh Adipati Mangkuprojo sekitar 1719 Masehi yang masih keluarga Keraton Kartasura, Solo. Adipati Mangkuprojo ini sangat gigih melawan penjajah Belanda. Karena terdesak, Adipati Mangkuprojo kemudian melarikan diri dan memilih bergerilya di daerah Pekuncen. Beliau pun kemudian membuat pesanggrahan yang bersifat sementara.
Selain bergerilya, Adipati Mangkuprojo juga giat melakukan syiar agama Islam. Setelah pengikutnya banyak, akhirnya Adipati Mangkuprojo mendirikan masjid Saka Tunggal ini. Awalnya atap masjid menggunakan daun bambu yang dianyam dan dindingnya menggunakan tabak bambu.
Dalam perkembangannya atap daun bambu tersebut diganti dengan ijuk, tetapi dindingnya masih menggunakan tabak bambu. Kurang lebih seabad kemudian ijuk tersebut diganti dengan genteng. Tahun 1922 dinding bambu diganti dengan bangunan tembok. Dan pada Juli 2005 lalu direnovasi.
Jujur saja nih, saya baru tahu ada Masjid Saka Tunggal yang kebetulan masjid terua dan bersejarah di pekuncen ini. Kebetulan juga letaknya sangat dekat dari rumah saya. Ini pun saya tahu masjidnya, secara tidak sengaja, saat saya iseng naik motor cari angin ke daerah Pekuncen. Waktu itu saya sempat mampir. Hanya karena bukan waktu salat, maka masjidnya tertutup.
Makanya jumat kemarin, saya memang sudah rencana akan salat jumat di masjid Saka Tunggal atau masjid Jami Saka Tunggal. Saya sangat ingin sekali melihat Saka Tunggal atau tiang penyanggahnya itu secara langsung. Saya pun sengaja berangkat awal, agar bisa melihat-lihat dulu suasana dalam masjid.
Hanya 15 menit, saya sudah sampai di Masjid Saka Tunggal. Ternyata sudah banyak jamaah yang datang. Sejenak saya bingung mau parkir motor di mana. Ternyata, di sisi kiri masjid, ada tempat parkir yang nyaman. Di depannya juga tanah kosong dengan banyak pohon.
Setelah parkir motor, saya bergegas menuju tempat wudhu yang berada di sebelah kiri masjid. Ada beberapa kran air untuk wudhu. Lalu di dekat situ juga ada kamar mandi. Tampak juga sebuah sumur. Saya berpikir, mungkin itu termasuk sumur tua juga yang dulunya dipakai untuk berwudhu dari situ.
Selesai wudhu, saya bergegas masuk ke masjid lewat pintu depan. Nuansa karpet berwarna hijau, langsung membuat mata saya adem. Karpetnya juga sangat empuk. Saya pun memilih tempat di ruangan bagian depan masjid.
Jadi masjid Saka tunggal ini terdiri dari 3 ruangan. Ruangan utama atau masjid aslinya adalah bagian yang ada tiang penyanggahnya. Sedangkan bagian depan dan sisi kiri saya rasa bagian adalah tambahan.
Selesai salat jumat, saya pun bergegas melihat-lihat masjid Saka Tunggal ini. Caranya, saya tidak melihat-lihat dengan posisi berdiri seperti layaknya saya misalnya ke museum. Tapi saya duduk bersila dekat dengan obyek yang saya bidik.
Dan Tentu saja yang menjadi perhatian utama saya adalah tiangnya hanya satu tepat berada di tengah masjid. Ukurannya sekitar 30 x 30 cm, dengan tinggi sekitar 4 meter yang terbuat dari kayu jati pilihan. Makanya sampai sekarang masih kokoh.
Lalu, ada 4 penyanggahnya. Ukirannya sangat keren sekali. Apalagi dicat emas. Ada lubang angin di atasnya, kemudian bagian atapnya digambar langit dan awan. Jadi saat orang menengah ke atas, seolah-olah melihat langit dengan awan putih.
O, iya. Makna saka tunggal sebenarnya mengandung filosofi tersendiri. Saka tunggal melambangkan ke-Esaan Allah SWT sebagai Sang Pencipta tunggal alam semesta. Makna tunggal tersebut diejawantahkan dengan memaknai Masjid Saka Tunggal sebagai tempat untuk meyakini bahwa Allah SWT itu Tunggal atau Esa. Sedangkan dalam kaitannya dengan sejarah perjuangan, masjid itu juga sebagai simbol satu tekad untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia.
Selanjutnya saya menuju bagian depan. Ada 3 pintu (tanpa daun pintu) yang memghubungakan ruangan depan ini dengan ruangan utama. sisi kanan dan sisi kiri bentuk dan modelnya sama, sedangkan yang tengah di bagian atasnya seperti berbentuk kubah masjid. Sangan simetris.
Karpet yang sama pun terdapat di ruangan ini. Ada sebuah beduk di sudut kanan ruangan. Ukurannya cukup besar. Lalu di sebelahnya ada sebuah kentongan juga. Pastinya ini digunakan juga untuk menandakan telah masuknya waktu salat.
Lalu saya bergegas ke ruang sebelah kiri Di sini pun dgunakan untuk salat. Ada dua pintu yang menghubungkan dengan ruangan utama tadi. Lalu terdapat juga, dua jendela berbetuk kotak, dengan masing-masing dengan 2 daun jendela.
Di bagian belakangnya, tampak ada 2 lemari stenlis kaya lemari berisikan Al Qur’an, sarung, sajadah, dan mukenah. Jadi bagi teman-teman yang mengunjungi masjid Saka Tunggal dan kebetulan lupa bawa sarung atau mukenah, sudah disediakan.
Setelah saya rasa cukup, saya pun bergegas keluar masjid. Saya tidak lupa menjepret masjid dari keadaan depan. Pintu depan berjumlah 5 buah dengan model bulat di atasnya. Perpaduan catnya sangat kontras. Banyaknya pintu-pintu ini mengingat saya pada kontruksi bangun-bangunan tempo doloe yang memang kadang mempunyai banyak pintu, dengan ukuran tinggi dan besar.
Biar semakin lengkap, tidak lupa saya melihat bagian kanan masjid Saka Tunggal ini. Ternyata di sisi ini, pintunya hanya satu. Tapi jendelanya ada 4, yaitu 2 di bagian kanan, dan 2 di bagian kiri pintu. Sangat simetris.
Dan setlah mengamati Masjid Saka Tunggal ini, memang semua desainnya dibuat simetris atau seimbang. Antara kanan dan kiri. Dan ini mengajarkan pada saya, bahwa hidup itu perlu keseimbangan, agar semua tetap bisa berjalan dengan baik.
Pas mau pulang, ada ibu-ibu yang menyamperin saya, “Mas, nasi sodakahan!” kata Ibu itu sambil memberi saya sebuah plastik mika berisi nasi, ayam, dan sayur tempe. Saya pun menerimanya dengan senang hati. Selanjutnya, saya pun bergegas pulang
Ternyata, di sekitar rumah saya itu, banyak sekali bangunan-bangunan bersejarah. Dan saya bersyukur bisa mendatangi dan mengali cerita di baliknya. Dan pastinya, banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan dari masjid Saka Tunggal ini. Tentang makna Saka Tunggal, sejarah, penyebaran islam, sampai salah satu penyemangat dalam perjuangan.
Bambang Irwanto
memang palings uka lihat asristektur bangunan termasuk mesjid
ReplyDeleteIya, Mbak Tira.
DeleteApalagi masjid Saka Tunggal ini juga penuh sejarah.
Masjidnya terawat ya, suka sama soko yang dari jatinya itu
ReplyDeleteIya, Kak. Dan justru itu ibaratnya sebagai ikon masjid Saka Tunggal, Kak.
DeleteUnik ya mas. Masjidnya cuma satu tiang penyangga. DAn kerennya dipertahankan sampe sekarang. Saya juga senang jelajah masjid ngajak anak-anak. Jadi terinspirasi buat menuliskannya juga. ^^
ReplyDeleteIya, Mbak Dyah. dengan satu tiang saja, bisa menopang atap masjid.
DeleteAyo, ditulis, Mbak. karena masjid-masjid bisa dijadikan wisata religi juga.
Mas, saya kalau ke daerah mana pun pasti salah satu yang dicari Masjid-nya, mau masjid agung atau masjid tuanya. Kalau ke Kebumen bisa mampir ke sini ah, bisa bisa cerita kayak Mas Baim.
ReplyDeleteBetul sekali, Kang Ali. Karena kalau masjid tua, pasti ada cerita dibalik pembangunan dan sebagainya ya, Kang.
DeleteYuk, dolan ke Kebumen, Kang Ali.
Sekarang ibadah ke masjid enak mas..
ReplyDeletedingin, empuk, pulang2 bawa bungkusan, hahaha
aku suka filosofi nya mas, saya tunggal, berarti ini menuju ke yang Maha esa, Allah SWT. Bagus sekali maknanya.
Kalau nasi itu, kayaknya ada acara apa gitu, Mbak. Soalnya pas lewat masjid lain, mereka lagi bagi-bagi es buah sehabis jumatan hehehe.
ReplyDeleteDan saya juga suka filosofinya, Mbak.
Suatu kebetulan, nih, 2 hari lalu saya baca tentang lokasi beberapa masjid saka tunggal di Jawa, dan Masjid Saka Tunggal Pekuncen ini disebut. Saya baru pernah ke Masjid Saka Tunggal di Cikakak Purwokerto.
ReplyDeleteBtw, bedugnya disimpan saja, ya? Kelihatannya mulai di simpan saat ada ribut-ribut tentang bedug adalah bid'ah, nih.
Kalau di Jepara, semua bedug berada di luar dan tetap digunakan.
Iya, Mbak Susi. kemarin saya juga baca ada beberapa masjid yang namanya Saka Tunggal. termasuk masjid Saka Tunggal di Cikakak Purwokerto. Kalau ke Purwokerto, nanti saya mampir ke sana.
Deletesejujurnya, kalau tampak luar nggak kliatan kalau itu mesjid lama ya. Kliatan baru, sangat terawat dan bersih gitu. Makanya mungkin nggak banyak yang sadar juga kalau ini bangunan bersejarah
ReplyDeleteMemang, Mbak Wiwied. Karena masjidnya kan dibangun sekitar tahun 1719 Masehi. jadi pertimbangan usia, makanya dipugar tahun 2005.
DeleteMasyaallah hanya satu tiang saja ya pak. Sepertinya Enak sekali ya di sana suasananya, masjidnya juga terawat.
ReplyDeleteIya, Mbak Baiq. Masuk masjid ini, hati adem rasanya, Mbak.
DeleteSungguh mengagumkan, bahkan sudah berlalu ratusan tahun sejak mesjid saka tunggal ini dibangun namun masih kokoh berdiri bangunan nya ya. Tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pun masih awet sekali mas. MaasyaaAllah
ReplyDeleteKarena satu tiang yang di tengah itu, jadi serasa atapnya tuh payung yang menutupi ya. Unik sekali.
ReplyDeleteDan entah kenapa, kok ya saya suka poto yg ada rumputnya itu
Iya, Mak Vii.
DeleteBahkan kayak 4 kaki meja yang menopang buat meja ya hehehe.
Meskipun ukurannya tidak terlalu besar, tapi desain masjidnya keren . Ditambah lagi perjalanan sejarah nya. Makasih infonya mas
ReplyDeleteUkuran aslinya memang tidak besar, Mbak. Hanya ada penambahan dua ruangan lagi. Sama-sama, Mbak.
DeletePak Bambang beruntung di sekitaran rumah selalu ada tempat bersejarah. Mas'ud di setiap kampung atau desa adalah bangunan utama dan pertama yang menyimpan kisah epik dalam sejarah.
ReplyDeleteSaya suka dengan konsep tiang saka tunggal. Langit-langitnya unik.
Masjid itu semoga membuat jama'ah yang beribadah di sana tidak lupa akar sejarah.
Iya, Mbak Rohyati. Makanya saya segera ke sana. Dan saya pun suka dengan filosofinya, Mbak.
DeleteSaya kok mbayangin sehabis salat trus duduk² di emperan masjid sambil blogging hehe,, soalnya suasananya itu lohh, menenangkan... Nice share Mas Bambang
ReplyDeleteBisa sekali, Mbak Mia.
Deletejadi habis lihat-lihat masjidnya, lalu langsung ditulis di blog. Posting selesai. Bisa lanjut wisata Kebumen lainnya hehehe.
Baru tahu saya ada Masjid dengan tiang tunggal seperti ini. Dan uniknya masih berdiri dan kokoh. Subhanalah.
ReplyDeleteDan ternyata di beberapa daerah, ada juga Masjid Saka Tunggal, Mas Andik.
DeleteMasjid tua Saka penuh dengan filosopi. Mantap. Aku pas lihat sekilas foto satu tiang dan lukisan awan, kupikir itu memang langit beneran tapi pas baca paragraf demi paragraf ternyata itu lukisan paa kulihat lagi bener lukisan ternyata...ha..ha...
ReplyDeleteBenar maa, kadang kita gak "ngeuh" tempat tempat di sekitar kita memiliki nilai sejarah yang punya filsopi gak main-main.
Iya, Mas Erfano. Saya [un suka dengan filosofi masjid Saka Tunggal ini. Dan mulai sekarang, saya akan lebih jeli lagi melihat hal-hal menarik di sekitar saya.
Deletemasjid tua ya.. menarik! wajib kunjung kalau ke kebumen. saya pernah bikin catatan soal masjid di serang dan medan.
ReplyDeleteIya, Mbak Dhenok. makanya wajib saya kunjungi. Apalagi sanagt dekat dar rumah.
DeleteWah ternyata wisata masjid juga bisa jadi sangat menyenangkan ya. Baru tahu di Kebumen ada masjid tertua ini. Naksir sama ukiran dan lukisan awan di atapnya itu. Ademnya masya Allah
ReplyDeleteMemang sangat menyenangkan, Mbak Ike. Karena termasuk wisata religi. Adem hati saya hehehe.
DeleteSelalu suka baca ulasan mas bambang ini tentang salah satu tempat peninggalan sejarah.... Suka banget yaaa mas jalan-jalan menelusuri peninggalan lokal .... lanjutkan mas masih banyak tempat lain yang belum dikunjungi kan?
ReplyDeleteSaya juga paling senang, kalau apa yang saya tulis disukai teman-teman, Mbak Qoty. Makanya, saya semakin bersemangat jalan-jalan dan berbagi cerita hehehe.
DeleteMasyaAllah, bangunan mesjid lama yang masih dipertahankan karena sejarahnya ya mas. Suka ama bagian nasi sodaqohan itu.
ReplyDeleteIya, Mbak. Karena penuh dengan sejarah dibalik Masjid Saka Tunggal ini.
DeleteLingkungan mesjidnya adem ya mas dan ternyata ada nasi sodaqohan juga ya , di daerah ku ga ada kaya gitu.
ReplyDeleteIya, Mbak Amel, karena di sekitar masjid masih ada tanah kosong dengan pohon-pohon, jadi udaranya adem.
Deletesudah asyik menyimak sejarahnya, lalu ending disuguhi foto makanan. Dan fokus saya langsung buyar
ReplyDeleteHahaha... jadi habis jumatan, makan dulu, terus bobok siang dulu, Mas Ilham. Bangun, langsung semnagat nulis dan posting di blog hahaha.
DeleteDari paragraf pertama, saya langaung penasaran sama tiang tunggalnya. Seri sekali baca tulisannya ♥️
ReplyDeleteDan saya juga takjub melihat tiang besar kayu jati pilihan itu kokoh berdiri menopang bangunan masjidnya. Kereeen ini arsitekturnya.