Cerita Anak Dongeng Batu Permata Biru Pak Odi - Pak Odi mengayuh pelan sepeda tuanya. Pak Odi sedih, karena hari ini ia tidak mendapatkan uang. Semakin lama, semakin sedikit orang yang memerlukan jasa menjahitnya. Orang lebih suka membeli baju baru, daripada menjahit kain, karena harganya lebih murah dan banyak pilihan.
Bagaimana saya akan membiayai hidup istri dan anak-anak saya? Apalagi sekarang harga kebutuhan pokok sangat mahal, keluh Pak Odi.
Ciiit…. Pak Odi tersadar dari lamunan dan segera menarik rem sepedanya dengan mendadak. Pak Odi melihat seorang nenek terjatuh. Pak Odi segera menghampiri nenek itu.
“Nenek tidak apa-apa?” tanya Pak Odi sambil membantu nenek itu berdiri.
“Iya, saya tidak apa-apa. Tetapi, gaun untuk cucu saya robek,” jawab nenek itu sedih.
Nenek itu lalu bercerita. Gaun itu untuk hadiah ulang tahun cucunya. Sudah lama ia mengumpulkan uang dengan susah payah untuk membeli gaun itu.
Pak Odi memandang gaun biru berpotongan sederhana itu. “Nenek tenang saja. Saya akan menjahit gaun ini.“
“Benarkah?” nenek itu menatap tak percaya pada Pak Odi. “Tapi, saya tidak punya uang untuk membayar jahitanmu.”
“Tak mengapa, Nenek tidak usah membayar.”
Dengan cekatan Pak Odi menjahit gaun yang robek itu. Pak Odi juga menambah renda. pita dan manik-manik pada gaun itu. Sejam kemudian, gaun itu sudah selesai dipermak oleh Pak Odi.
“Wah, cantik sekali. Pasti cucu saya akan senang!” seru nenek itu gembira. “Terima kasih banyak ya, Nak!”
“Sama-sama, Nek!” Pak Odi mengangguk sambil tersenyum. Ia membereskan peralatan jahitnya dan bersiap kembali melanjutkan perjalanan pulang.
“O iya, ambillah ini, saya menemukannya di jalan,” kata nenek itu memberikan Pak Odi sebuah benda berbentuk bulat.
“Apa ini, Nek?” tanya Pak Odi sambil menerima batu kecil berwarna ungu.
“Ambillah, mungkin suatu saat akan berguna untukmu,” kata nenek itu sebelum pergi.
Sebenarnya, Pak Odi ingin menolak, tapi ia tidak ingin mengecewakan nenek itu. Pak Odi lalu bergegas pulang.
Setengah jam kemudian, Pak Odi sudah sampai di rumahnya. Tampak istrinya sudah menunggu di depan pintu rumah.
“Bagaimana hasil jahitan hari ini, Pak?” tanya Bu Rum, istri Pak Odi.
Pak Odi tertunduk lesu, lalu bercerita bahwa tidak ada hasil hari ini. Bu Rum mengangguk maklum.
Pak Odi lalu melihat Bu Rum membereskan bahan dan peralatan jahit pak Odi. “Pak, katanya tidak ada pelanggan hari ini, tapi kenapa renda, pita dan manik-manik berkurang?” tanya Ibu Rum.
Pak Odi terpaksa menceritakan tentang nenek itu pada Bu Rum.
“saya hanya mendapat ini. “kata Pak Odi sambil memperlihatkan batu pemberian nenek itu.
“Ah, batu itu sama sekali tidak berguna. Kita butuh uang, bukan sebuah batu,” kata Bu Rum marah. Pak Odi hanya terdiam lalu menyimpan kembali batu itu dalam saku celananya.
Besoknya Pak Odi sedang berteduh di bawah sebuah pohon dekat pasar. Tiba-tiba lewat dua pengawal kerajaan berkuda. Mereka menempel kertas pengumuman di sebuah dinding toko. Pengumuman itu berisi, kalau Raja Mayola kehilangan batu permata mahkotanya. Barang siapa yang menemukan, akan mendapat hadiah.
Pak Odi sangat terkejut melihat gambar batu permata itu. Pak Odi segera merogoh saku celananya.
“Ya, Tuhan. Batu ini sangat mirip dengan batu permata raja. Apakah ini benar batu permata Raja Mayola?” mata Pak Odi berbinar-binar.
Pak Odi segera pergi ke istana dan langsung menyerahkan batu permata itu pada Raja Mayola. Pak Odi juga bercerita tentang nenek yang memberikan batu itu, agar Raja Mayola tidak menuduhnya mencuri.
Raja tersenyum. “Maaf, Pak Odi, batu ini bukan batu permata saya. Ini hanya imitasi,”
Pak Odi kecewa. Ia berniat bergegas meninggalkan istana.
“Bunda Ratu, pita gaunku ternyata lepas, padahal nanti sore aku harus ke pesta puteri,” tiba-tiba Puteri Auriel masuk.
“Wah, bagaimana ini, Bu Ratih, penjahit istana sedang cuti. Kamu pakai gaun yang lain saja,” Ratu ikut bingung.
“Saya suka gaun ini, Bunda,” tukas Puteri Auriel.
“Maaf Ratu, hamba seorang tukang jahit. Boleh hamba memperbaiki gaun Auriel?”
Walau tampak ragu, akhirnya Ratu mengangguk juga. Pak Odi segera mengambil peralatan jahitnya. Pak Odi dengan cekatan bekerja. Sebentar saja, pita gaun Puteri Auriel sudah terpasang kembali.
Puteri Auriel segera mencoba gaunnya. “Wah… bagus sekali, kata Puteri Auriel sambil berputar-putar. Ratu ikut senang.
“Pak Odi, sebentar lagi Bu Ratih akan pensiun, apakah kamu mau menjadi tukang jahit istana? tanya Ratu.
“Tentu saja hamba mau, Ratu,” kata Pak Odi gembira.
Sejak saat itu Pak Odi menjadi penjahit istana. Tentu saja kehidupa Pak Odi dan keluarga menjadi lebih baik. Pak Odi selalu terkenang dengan nenek pemberi batu biru itu. Pak Odi berharap bisa bertemu untuk mengucapkan terima kasih dan kembali berbagi rezekinya.
Bambang Irwanto
Dimuat di Majalah Bobo |
Bagaimana saya akan membiayai hidup istri dan anak-anak saya? Apalagi sekarang harga kebutuhan pokok sangat mahal, keluh Pak Odi.
Ciiit…. Pak Odi tersadar dari lamunan dan segera menarik rem sepedanya dengan mendadak. Pak Odi melihat seorang nenek terjatuh. Pak Odi segera menghampiri nenek itu.
“Nenek tidak apa-apa?” tanya Pak Odi sambil membantu nenek itu berdiri.
“Iya, saya tidak apa-apa. Tetapi, gaun untuk cucu saya robek,” jawab nenek itu sedih.
Nenek itu lalu bercerita. Gaun itu untuk hadiah ulang tahun cucunya. Sudah lama ia mengumpulkan uang dengan susah payah untuk membeli gaun itu.
Pak Odi memandang gaun biru berpotongan sederhana itu. “Nenek tenang saja. Saya akan menjahit gaun ini.“
“Benarkah?” nenek itu menatap tak percaya pada Pak Odi. “Tapi, saya tidak punya uang untuk membayar jahitanmu.”
“Tak mengapa, Nenek tidak usah membayar.”
Dengan cekatan Pak Odi menjahit gaun yang robek itu. Pak Odi juga menambah renda. pita dan manik-manik pada gaun itu. Sejam kemudian, gaun itu sudah selesai dipermak oleh Pak Odi.
“Wah, cantik sekali. Pasti cucu saya akan senang!” seru nenek itu gembira. “Terima kasih banyak ya, Nak!”
“Sama-sama, Nek!” Pak Odi mengangguk sambil tersenyum. Ia membereskan peralatan jahitnya dan bersiap kembali melanjutkan perjalanan pulang.
“O iya, ambillah ini, saya menemukannya di jalan,” kata nenek itu memberikan Pak Odi sebuah benda berbentuk bulat.
“Apa ini, Nek?” tanya Pak Odi sambil menerima batu kecil berwarna ungu.
“Ambillah, mungkin suatu saat akan berguna untukmu,” kata nenek itu sebelum pergi.
Sebenarnya, Pak Odi ingin menolak, tapi ia tidak ingin mengecewakan nenek itu. Pak Odi lalu bergegas pulang.
Setengah jam kemudian, Pak Odi sudah sampai di rumahnya. Tampak istrinya sudah menunggu di depan pintu rumah.
“Bagaimana hasil jahitan hari ini, Pak?” tanya Bu Rum, istri Pak Odi.
Pak Odi tertunduk lesu, lalu bercerita bahwa tidak ada hasil hari ini. Bu Rum mengangguk maklum.
Pak Odi lalu melihat Bu Rum membereskan bahan dan peralatan jahit pak Odi. “Pak, katanya tidak ada pelanggan hari ini, tapi kenapa renda, pita dan manik-manik berkurang?” tanya Ibu Rum.
Pak Odi terpaksa menceritakan tentang nenek itu pada Bu Rum.
“saya hanya mendapat ini. “kata Pak Odi sambil memperlihatkan batu pemberian nenek itu.
“Ah, batu itu sama sekali tidak berguna. Kita butuh uang, bukan sebuah batu,” kata Bu Rum marah. Pak Odi hanya terdiam lalu menyimpan kembali batu itu dalam saku celananya.
Besoknya Pak Odi sedang berteduh di bawah sebuah pohon dekat pasar. Tiba-tiba lewat dua pengawal kerajaan berkuda. Mereka menempel kertas pengumuman di sebuah dinding toko. Pengumuman itu berisi, kalau Raja Mayola kehilangan batu permata mahkotanya. Barang siapa yang menemukan, akan mendapat hadiah.
Pak Odi sangat terkejut melihat gambar batu permata itu. Pak Odi segera merogoh saku celananya.
“Ya, Tuhan. Batu ini sangat mirip dengan batu permata raja. Apakah ini benar batu permata Raja Mayola?” mata Pak Odi berbinar-binar.
Pak Odi segera pergi ke istana dan langsung menyerahkan batu permata itu pada Raja Mayola. Pak Odi juga bercerita tentang nenek yang memberikan batu itu, agar Raja Mayola tidak menuduhnya mencuri.
Raja tersenyum. “Maaf, Pak Odi, batu ini bukan batu permata saya. Ini hanya imitasi,”
Pak Odi kecewa. Ia berniat bergegas meninggalkan istana.
“Bunda Ratu, pita gaunku ternyata lepas, padahal nanti sore aku harus ke pesta puteri,” tiba-tiba Puteri Auriel masuk.
“Wah, bagaimana ini, Bu Ratih, penjahit istana sedang cuti. Kamu pakai gaun yang lain saja,” Ratu ikut bingung.
“Saya suka gaun ini, Bunda,” tukas Puteri Auriel.
“Maaf Ratu, hamba seorang tukang jahit. Boleh hamba memperbaiki gaun Auriel?”
Walau tampak ragu, akhirnya Ratu mengangguk juga. Pak Odi segera mengambil peralatan jahitnya. Pak Odi dengan cekatan bekerja. Sebentar saja, pita gaun Puteri Auriel sudah terpasang kembali.
Puteri Auriel segera mencoba gaunnya. “Wah… bagus sekali, kata Puteri Auriel sambil berputar-putar. Ratu ikut senang.
“Pak Odi, sebentar lagi Bu Ratih akan pensiun, apakah kamu mau menjadi tukang jahit istana? tanya Ratu.
“Tentu saja hamba mau, Ratu,” kata Pak Odi gembira.
Sejak saat itu Pak Odi menjadi penjahit istana. Tentu saja kehidupa Pak Odi dan keluarga menjadi lebih baik. Pak Odi selalu terkenang dengan nenek pemberi batu biru itu. Pak Odi berharap bisa bertemu untuk mengucapkan terima kasih dan kembali berbagi rezekinya.
Bambang Irwanto
0 Response to "Batu Permata Biru Pak Odi"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.