Teman-teman sudah pada nonton film Bila Esok Ibu Tiada? Film yang mulai tayang 14 November 2024 ini, infonya sudah ditonton 3,5 juta Lebih penonton. Sebuah pencapaian yang luar biasa ya, karena sebelumnya bukunya juga Best Seller.
Foto : Tribunnews. com |
Filmnya memang sangat ciamik dan menguras emosi dan perasaan. Apalagi disutradarai oleh Rudi Sudjarwo. Para pemainnya pun sederet nama-nama terkenal. Mulai dari Chistine Hakim, Slamet Rahardjo, Adinia Wirasti, Nunu Datau, dan lain-lain.
Teman-teman ingin tahu tidak, bagaimana cerita perjalanan buku Bila Esok Ibu Tiada sampai dilirik Production House dan dijadikan sebuah film?
Menulis Novel yang Dilirik PH
Saat mengetahui ada Workshop menulis novel yang dilirik PH, saya langsung tertarik, lalu segera mendaftar untuk ikutan. Apalagi narasumbernya Bu Nuy Nagiga yang menulis buku Bila Esok Ibu Tiada. Saya saat ingin tahu, bagaimana prosesnya, sampai buku inii dipinang oleh Production House atau Rumah Produksi.
Foto : Instagram nagiga_nuy |
Ternyata buku Bila Esok Ibu Tiada ini diterbitkan oleh penerbit Puspa Swara tahun 2014. Dan sebenarnya, buku ini ada serinya, yaitu Bila Esok Ayah Tiada, Bila Istri Tiada, Bila Esok Suami Tiada. Jadi bukan novel tetralogi, ya.
Foto : Shopee |
Nah, buku Bila Esok Ibu Tiada ini bukan novel, tapi merupakan buku kumpulan cerita. Ada 10 cerita yang berkisah tentang hubungan ibu dan anak. Bu Nuy yang sudah menulis sejak tahun 2004 dan sudah menghasilkan buku sebanyak 260 ini menjelaskan, pastinya setiap cerita anak dengan ibunya berbeda-beda. Banyak juga penyesalan anak karena belum bisa memenuhi keinginan ibunya. Misalnya saat sakit, ibunya ingin makan sesuatu. Sayang, sang anak belum sempat membelikan, dan ibu sudah berpulang.
Bila Esok Ibu Tiada Dipinang PH
Tahun 2023, tepatnya setahun lalu saat Bu Nuy melaksanakan ibadah haji, Tiba-tiba beliau ditelepon oleh seseorang mengaku dari salah satu Rumah Produksi atau PH Indonesia pada pukul 2 dini hari waktu Mekkah. Pastinya Bu Nuy kaget dan tidak langsung percaya. Karena jarang ada orang menelepon dini hari, saat orang sedang enak-enaknya tertidur dan bermimpi indah.
Foto : Detik. com |
Akhirnya secara singkat, orang itu mengutarakan maksud untuk mengadaptasi buku Bila Esok Ibu Tiada. Walau senang, namun Bu Nuy tidak langsung memberi keputusan. Bu Nuy meminta orang itu meneleponnya besok hari lagi dan siang hari. Namun Bu Nuy baru ngeh, kalau sudah benar kalau orang itu meneleponnya di siang hari waktu Indonesia.
Esoknya Bu Nuy ditelpon kembali. Setelah sebelumnya berdiksusi dengan sang suami, akhirnya Bu Nuy menerima penawaran dari PH untuk mengadaptasi bukunya menjadi sebuah film. Bu Nuy harus segera memberi keputusan karena beliau ingin fokus karena akan melanjutkan rangkaian haji yaitu tawaf di Mina.
Nah, bagaimana ya, PH bisa tertarik dengan Bu Nuy?
Jadi Bu Nuy menjelaskan, kalau ada 2 cara PH itu membuat film yang diadaptasi dri sebuah buku. Pertama, pihak PH mempunyai daftar buku yang best seller. Jadi pihak PH melakukan hunting buku juga. Kedua, penerbit yang menyodoran buku-buku terbaiknya pada sebuah PH. Nanti akan diseleksi dan dipilih.
Sekembalinya dari melaksanaan ibdah haji, Nu Nuy mengadakan pertemuan dengan pihak PH, termasuk dengan sutradara dan penulis skenario. Setelah pertemuan itu, Bu Nuy menyetujui dan menyerahkan secara pembelian putus bukunya untuk diadaptasi menjadi sebuah film.
Dan karena sistem pembelia putus, terus ceritanya akan digarap menjadi 1 cerita utuh, maka Bu Nuy tidak terlibat. Ceritanya 100 % dikerjakan oleh penulis skenario. Namun perlu diingat ya, sistem setiap PH itu berbeda-beda. Sama dengan penerbit. Ada yang sistem beli naskah putus ada yang royalti.
Perbedaan antara Buku dan Film Bila Esok Ibu Tiada
Sepengetahuan saya, ada film yang diadaptasi dari sebuah buku. Jadi awalnya dari sebuah buku, kemudian dijadikan film. Nah, ada juga buku yang diadaptasi dari film. Jadi ada fillmnya dulu, baru seorang penulis menulis menjadi sebuah buku. Biasanya ini walau tidak plek ketiplek alurnya 100 persen tapi intinya sana.
Nah, adaptasi film dari buku Bila Esok Ibu Tiada ini berbeda. Kalau bukunya kan, berupa kumpulan cerita yang isinya 10 Cerita. Di filmnya, ini menjadi sebuah cerita utuh dengan benang merahnya seorang ibu dengan 4 anaknya. Masing-masing anak mempunyai kisah berbeda dengan ibunya. Selain itu ada konflik antar saudara.
foto : Penerbit Puspa Swara |
Jadi dijamin akan menjadi sesuatu yang excited saat sudah membaca buku dan menonton filmnya. Tidak ada acara pembandng lagi antara buku dan filmnya. Karena biasanya orang akan membandingkan film yang diadaptasi dari sebuah buku atau buku yang diadaptasi dari sebuah film.
Itu dia cerita tentang proses buku Bila Esok Ibu Tiada sampai dipinang PH. Jadi Biar lengkap, teman-teman-teman bisa menonton film dan membaca bukunya. Teman-teman bisa membeli bukunya langsung di penerbit Puspa Swara dengan nomor kontak 081318888180 atau di shopee dan Tokopedia Coverdepan.
Tidak lupa Bu Nuy menukaskan, bila ingin menulis, maka terus semangat saja menulis, karena setiap naskah atau buku yang kita tulis akan menemukan masa indah pada waktunya. Jangan lupa terus berdoa dilancarkan jalan atau prosesnya. Seperti buku Bila Esok Ibu Tiada yang kembali membawa waktu yang indah setelah 10 tahun.
Bambang Irwanto
MasyaaAllah. Keren banget Bu Nuy. Memang kalo jadi penulis itu, kudu konsisten ya, PakBams. Dan bener juga, kalo buku dan film gak 100 persen sama alurnya, yg penting tetep dapet pesan moral dari ceritanya.
ReplyDeleteKeren banget, jadi kepingin baca kumpulan ceritanya... Menarik juga ya dari kumpulan cerita lalu dijadikan satu film dan tetap ada benang merahnya. Baik cerita maupun filmnya sama-sama bikin penasaran nih..
ReplyDeleteTestimoni temen2ku pada bilang film ini mengandung bawang sekilo, kak...
ReplyDeleteAku belum sempet nonton.
Awalnya aku tanya ke temen eh dia bilang ini film horor, mana aku percaya aja lagi.
Ternyata horor yang dimaksud itu adalah kesedihan.
Aku harus sempetin nonton.
Saya belum pernah membaca bukunya dan menonton filmnya, sepertinya menarik ya keduanya. Coba baca bukunya dulu ah
ReplyDeleteRejeki memang sesuatu datangnya. Meski lagi dalam keadaan bobo malam pun, kalau memang rejeki pasti datang sesuai waktunya. Semoga banyak lagi karya kerennya Bu Nuy. Jadi penasaran buat nonton filmnya ini
ReplyDeleteOh isi bukunya kumpulan cerita, mungkin mirip chicken soup for the soul ya? Jadi pengen baca deh 😊
ReplyDeleteDari judulnya, meyakinkan sekali kalo bikin penasaran pembaca. Apalagi buat kita yg msh punya ibu. Bayangkan kalo tiba2 esok ibu tiada. Gmn kita menyikapinya?
ReplyDeleteNih film emg viral bgt di sosmed. Selain krn salah satu pemainnya agak kontroversial di media sosial. Jd promosi gratis deh buat naikin pamor. Apalagi lg jrb bgt nih film yg menguras air mata di pengujung akhir tahun ini. Smg mkn sukses ya film ini. Booming.
Saya kayaknya nggak berani nonton atau baca nih Mas Bams. Mami demen bener ngomongin mati, adanya anxiety kumat ntar ಥ_ಥ
ReplyDeleteLuar biasa, jadi bisa dapat insight baru dari Mas Bambang, khususnya tentang bagaimana menulis buku yang bisa dilirik PH. Keren, thanks mas infonya.
ReplyDeletekeren ya, Bu Nuy. saya belum nonton filmnya sih. ada kawan yang baru nonton kemarin, bilangnya suka banget. baca catatan Mas Bambang soal pengalaman Bu Nuy ini kok bangkitin lagi semangat buat nulis fiksi. gak pede mulu. padahal ide cerita sederhana kalau digarap dengan baik hasilnya bakal keren.
ReplyDeleteSaya belum cari tahu sinopsinya, tapi udah keder duluan buat nonton. Judulnya membuat saya takut, saya pasti bakalan nggak kuat nonton nih film. Gitu mikirnya. Padahal bisa jadi asumsi saya salah.
ReplyDeleteDari judulnya aja udah sedih, gimana filmnya yaa. Kalau film yang terinspirasi dari buku tuh selalu keren pokoknya. Judul buku yang lainnya menarik kenapa semuanya ada kata "telah tiada" ya, huhu.
ReplyDeleteMashaAllaa~
ReplyDeleteBerkah sekali Ibu Nuy dengan kumpulan ceritanya yang kemudian dipinang sebuah PH. Dan penulis skenarionya pun cerdas. Bisa menerjemahkan buku Ibu Nuy dengan baik sehingga penikmat sineas merasa dapat makna dan pesan yang ingin disampaikan.
Semoga kita tidak ada penyesalan ketika siapapun orang yang yang kita kasihi kembali ke sisiNya.
Masya Allah inspiratif nih Bu Nuy, karyanya banyak dan bermutu sampai dipinang jadi film, yang tak hanya bukunya saja best seller filmnya pun diterima dengan sangat baik oleh penonton Indonesia. Jadi ada 3 seri buku,, saya baru tahu, bisa baca nih kalau gitu. Filmnya pun, tanggapannya positif, ya Keren euy!
ReplyDeleteJujur aku nggak pernah mau menonton filmnya karena takut dan belum siap kalau Ibu benar-benar tidak ada pasti dunia menjadi sepi. Tapi, aku baru tau ternyata film ini diangkat dari buku yang sudah diterbitkan 10 tahun lalu, keren banget berarti bener ya mba semuanya akan indah pada waktunya yang penting tetap konsisten, usaha dan yakin.
ReplyDeleteWah saya belum sempat nonton, padahal pingin banget
ReplyDeleteTerlebih sesudah baca tulisan ini
SEbelumnya banyak kan film yang berdasarkan buku
Tapi saya gak tertarik karena gak tau pengarangnya
Ternyata buku Bila Esok Tiada hasil karya pengarang yang gak kaleng-kaleng
Produktif banget nulis sampai 260 judul. Wah judul bukunya bikin hati kepikiran ibu
ReplyDeleteBiasanya film Indonesia kalau uda gak di bioskop, beberapa bulan kemudian dipinang sama OTT buat ditayangin secara premium oleh pelanggannya.
ReplyDeleteSemoga bisa segera ada di OTT kesayangan. Soalnya bisa jadi diskusi juga untuk keluarga.
Biasanya kisah yang diangkat dari buku ada pengembangan ya..kalau ini bagaimana apakah sama persis dengan kisah bukunya? Sy belum sempat nonton filmnya hehehe
ReplyDelete