Kalau Gigi Band punya lagu 11 Januari tentang sebuah pertemuan, maka saya punya 19 Januari tentang sebuah perpisahan.
19 Januari 2008. Berarti 17 tahun yang lalu. Bapak saya meninggal di tanggal kesukaannya. Makanya Allah SWT pun memilihkan angka itu saat usianya 63 tahun.
Bing Image Create |
Bapak saya memang suka sekali dengan angka atau nomor 19. Saat saya tanya, alasannya karean angka 1 itu selalu jadi pertama atau utama, sedangkan 9 angka yang paling besar nilainya. Makanya nomor eumah saya di Makassar itu nomor 19. padahal depan rumah saya itu nomor 36 hehehe. Saat memilih kode koper, Bapak saya juga minta disetting ada angka 19.
Pagi Hari 19 Januari 2008
Pagi itu, seperti biasa Bapak saya sudah bangun. Memang sejak sakit stroke hampir selama setahun, Bapak gelisah tidurnya. Apalagi rumah kami itu pinggir jalan, jadi kendaraan lalu lalang juga agak menganggu.
Setelah dibersihkan wajahnya, saya dan kakak perempuan saya mendudukkan di kursi dekat pintu. Namun hari itu, Bapak tidak tampak seperti biasanya. Wajahnya kok tampak sedih saya perhatikan, beberpapa kali menatap sekeliling rumah, termasuk langit-langit rumah. Seperti orang yang akan meninggalkan rumah. Jadi istilah disawang-sawang rumahnya.
Menjelang siang, kakak saya sudah selesai masak. Saya pun bertugas menyuapi Bapak makan. Kakak saya akan lanjut aktivitas rumah lainnya. Tapi kali ini Bapak seakan malas makan. Nasinya tidak dikunyah dan dilepeh. Saya berpikir mungkin belum mau makan. Apalagi saya lihat Bapak seperti mengantuk. Jadi kembali saya baringkan.
Karena Bapak tidur, saya lanjut aktivitas. Saya lalu merebus air panas untuk disiram ke kacang tanah. Saya akan membuat kacang Bawang yang akan dijual adik sayaa di kantornya. Sebungkus 1500. Jadi saya kasih harga 1200, teman adik saya ambil untung 300 rupiah. Saya juga titip di warung sebelah. Alhamdulillah membantu buat tambahan beli lauk. Karena hidup yang terus berjalan walau Bapak sedang sakit.
Jadi sejak awal Bapak sakit, saya harus keluar dari kerja di sebuah percetakan, dan malah awalnya merawat Bapak di Jawa. Sedangkan kakak saya juga pt.temoat kerjanya tutup karena demo karyawan yang gaji tak sesuai. Alhamdulillah adik saya sudah karyawan tetap. Jadi dia yang menopang kehidupan sambil kerja dia kuliah juga.
Ke mana ibu saya? Ibu saya ada di Jawa bersama adik saya yang satu lagi. Kebetulan kakak pertama daya juga sedang sakit. Jadi dibagi-bagi tugas. Dan tahun 2008 itu termasuk cobaan juga bagi keluarga saya.
Pasti teman-teman bertanya, kenapa Bapak tidak dirawat saja di kampung bersama Ibu? Jadi ada ceritanya yang mengharuskan kami mengalah dan meninggalkan kampung. Pokoknya nyesak sekali kalau mengingatnya. Walau saya yakin karma itu sudah datang pelakunya.
Lanjutnya ya, setelah merendam kacang sebentar dengar air panas, saya pun lanjut melecetin kacang. Sekilo kacang baru kelar 45 menit kemudian. Saya pun membuat bumbu dari bawang putih, garam, sedikit kunyit biar warnanya cantik. Setelah menunggu 15 menit, saya pun menggoreng kacang bawang.
Saya agak tenang hari itu karena Bapak kelihatannya anteng tidurnya. Bahkan ngorok pula. Mungkin memang Bapak sedang enak tidurnya.
Pukul 4 sore, Bapak belum bangun juga. Tumben nih, tidurnya pulas. Kakak saya menyuruh saya membangunkan saja. Apalagi belum makan sore. Saya pun membangunkan. Tapi kok lemas sekali. Terkulai. Lalu tidak lama panik.
Membawa Bapak ke Rumah Sakit
Saya dan kakak mulai panik. Tetangga sebelah mulai datang. Beliau memeriksa Bapak. Katanya masih ada napas kok cepat bawa di rumah sakit. Kami pun dibantu dicarikan taksi. Kakak saya di depan bersama sopir, saya duduk di belakang. Posisi bapak itu kepalanya ada dipangkuan saya.
Saya kurang tahu persis berapa lama perjalanan dari rumah saya di buaran pulo gadung ke rumah Persahabatan. Begitu sampai, langsung masuk UGD. Tidak lama, datang dokter memeriksa. Dan singkat saja, ternyata Bapak sudah meninggal.
Kakak saya langsung mengabari adik yang sedang kuliah untuk segera ke rumah sakit. Kakak juga menelpon tetangga dulu yang di Makassar untuk membantu. Tidak lupa kakak menelpon bulik, adik bapak yang di bekasi. Akhirnya disarankan langsung dibawa ke Jawa malam itu juga dengan ambulans. Untunglah adik saya masih ada simpanan. Jadi biaya ambulan yang kalau tidak salah 3 juta bisa diatasi. Rumah
Akhirnya malam itu kami berangkat ke Jawa. Kakak sayadi depan, saya berdua dengan adik saya di belakang bersama jenasah Bapak saya. Dalam perjalanan sepupu saya di Tangerang menelpon dan mengirimkan pulsa 100 ribu
Selamat Jalan Bapak
Berangkat dari Jakarta sekitar pukul 9 malam, tiba di jawa sekitar subuh. Saat mobil jenazah tiba, rumah sudah tampak ramai. Tenda juga sudah dipasang tetangga. Ibu saya agak histeris menyambut kepulangan suaminya yang sudah menjadi jenazah.
Singkatnya besoknya upacara pemakanan sudah dilaksanakan. Rumah terus ramai karena sesuai tradisi 3 hari tahlilan. Hanya yang memberatkan karena ada acara makan-makan juga. Jadi dapur itu ngebul terus. Makanya saya heran, ini orang berduka, tapi kok kayak hajatan? hehehe
17 tahun sudah berlalu, tapi cerita kepergian bapak di tanggal 19 Januari saat usianya 63 tahun. Tetap ada kaitannya dengan angka 9 kan? Masih terus terekam kuat di ingatan saya yang pastinya tidak akan bisa saya lupakan. Al fatihah untuk bapak tenang di sana.
Bambang Irwanto
Turut berduka, cerita hampir sama dengan saya yang juga kehilangan ayah saat akan menuju RS. Kiranya amal ibadah ayahanda diterima di sisi Tuhan YME.
ReplyDeleteMemang nyesek klo tanpa sakit tetiba orang yang kita sayangi harus pergi. Saya merasakannya saat ibu saya berpulang ke Rahmatullah. Semoga bapaknya mas Bambang mendapatkan tempat terbaik disisi-Nya aamiinn
ReplyDeleteBacanya bikin hati hangat dan jadi makin inget gimana sosok ayah itu selalu punya tempat spesial. Salut sama cara Mas menyampaikan emosi di tulisan ini.
ReplyDelete